BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pemprov Jabar terus melakukan penataan saluran air baik sungai maupun danau. Selain normalisasi sebagai cara mencegah banjir dan memaksimalkan fungsi pengairan, hal itu pun dilakukan untuk menyadarkan masyarakat agar lebih menjaga kualitas dan ketersediaan sumber kehidupan tersebut.
Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat Dikky Achmad Sidik mengatakan, sejak 2019 pihaknya terus menata dan merevitalisasi sejumlah situ/waduk dan saluran multifungsi.
Beberapa di antaranya sempadan Sungai Citarum di Kabupaten Bandung, Kalimalang di Bekasi, Situ Ciburuy di Kabupaten Bandung Barat, Waduk Darma di Kuningan, dan Rawakalong di Depok.
Tahun ini Dinas SDA merevitalisasi Situ Wangi di Kabupaten Ciamis dan Situ Gede di Bogor. Penataan fisik, kata dia, dilakukan salah satunya dengan memaksimalkan sempadan sebagai ruang publik.
Sebagai contoh, dia menyebut kondisi Situ Wangi saat ini tanpa pengelolaan yang jelas meski memiliki berbagai fungsi seperti pengairan dan kawasan wisata lokal. Akibatnya, keberadaannya tidak maksimal meski memiliki potensi yang besar. Seharusnya, situ tersebut bisa mengairi lahan pertanian di Cipadaren seluas 30 hektare.
“Sekarang tidak efektif karena bendungnya hancur,” kata Dikky di sela peringatan Hari Air Dunia, di Situ Wangi, Kabupaten Ciamis, Senin (22/3/2021).
BACA JUGA: Bank Air di Ciamis Berpontesi Hilang Karena Kesalahan Perum Perhutani
Pihaknya pun mencanangkan dimulainya revitalisasi kedua situ tersebut. Dalam penataan ini pihaknya akan melakukan normalisasi, seperti perbaikan bendung Cipadaren dan pengerukan situ.
Setelah dibangun, kapasitas tampungan air bisa dipertahankan, bahkan bisa memberikan mata pencaharian bagi masyarakat sekitar. Dengan penataan seperti ini, dia berharap keberadaan situ tersebut bisa menjadi nilai tambah baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan sumber daya air.
“Kami berharap situ bisa menjadi pusat aktivitas masyarakat khususnya menyangkut pariwisata, kebudayaan, dan edukasi. Intinya dapat meningkatkan fungsi ekonomi di wilayah tersebut,” kata dia.
Oleh karena itu, selain normalisasi pihaknya juga akan melakukan sejumlah pembangunan fisik seperti dermaga, masjid, plaza, amphiteater, gazebo, taman, restoran, dan arena rekreasi lainnya. Dibangun juga jogging track, toilet, taman bermain, dan area parkir.
Penataan sejumlah situ ini sesuai dengan tema peringatan Hari Air Dunia tahun ini ‘Valuing Water’ yakni menghargai pentingnya air dalam berkehidupan. Pemilihan tema ini dilakukan untuk menyosialisasikan dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya air dalam kehidupan.
“Air ini di satu sisi berkah, di sisi lain bisa membawa musibah jika kita tidak menghargainya. Berbagai masalah terkait air yang terjadi saat ini pun, tidak terlepas dari sikap manusia yang kurang menghargai air. ,” kata Dikky.
Dia menilai bahwa keberadaan air kerap tidak dihargai, sehingga menimbulkan daya rusak selain manfaat yang diambil. Hal itu terbukti dari masih banyaknya warga yang membuang sampah sembarangan, sehingga mengotori sungai, melakukan alih fungsi dan penebangan hutan. Alhasil, lahan resapan air berkurang bahkan penampungan air saat hujan tidak tersedia. Hal ini berakibat sejumlah bencana yang kerap menimbulkan korban jiwa akibat kurang baiknya perlakuan manusia terhadap air.
“Banjir, longsor. Kita sendiri yang merusaknya. Kekeringan pun dampak dari kurang baiknya penghargaan terhadap air,” kata dia.
Peringatan setiap 22 Maret ini pun dilakukan untuk lebih menyadarkan semua pihak akan pentingnya pengelolaan air demi kehidupan yang berkelanjutan. Terlebih mengatasi persoalan air tidak bisa diselesaikan hanya mengandalkan peran pemerintah saja.
Artinya harus ada keterlibatan semua pihak baik swasta dan masing-masing warga lainnya menjaga alam.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Setiawan Wangsaatmadja mengatakan, masyarakat harus lebih menghargai keberadaan air dengan menjaga saluran dan kualitasnya. Selain itu, keberadaan air pun harus dipastikan bisa dikonsumsi semua pihak secara adil, ekonomis, dan produktif.
“Memuliakan air harus harmonis antara kearifan budaya masyarakat dengan kepentingan global yang lebih mementingkan kepentingan bisnis dan ekonomi,” kata Setiawan.
Menurut dia, memuliakan air tidak hanya bergantung pada jumlahnya, tapi menyangkut empat faktor, seperti kapan air tersedia, di mana lokasi air berada, berapa jumlah air yang tersedia, dan bagaimana mutu air sesuai kebutuhan makhluk untuk hidup sehat.
“Jadi, muliakan air agar tak banjir, longsor, kekeringan,” kata dia.
(LIN)


