GARUT,FOKUSJabar.id: Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Dinkes Provinsi Jawa Barat (Jabar) dan Rumah Sakit Jiwa Marjoeki Mahdi (RSJMM) Kota Bogor, melakukan skrining sekaligus evakuasi pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) bertempat di Klinik Atma, Desa Cimurah, Kecamatan Karangpawitan, Kamis (25/2/2021).
Sedikitnya 35 pasien ODGJ akan dialihkan ke RSJMM Kota Bogor untuk dilakukan pengobatan serta terapi.
Salah satu keluarga pasien ODGJ asal Kampung Jatiwangi, Kecamatan Selaawi, Encep Syarifudin berharap, kerja sama Pemkab Garut dengan RSJMM Kota Bogor menjadi solusi penyembuhan R dan bisa kembali hidup normal.
BACA JUGA: Polda Jabar Gerebek Pabrik Rubberseal Ilegal di Garut
“Mudah-mudahan kerja sama Pemkab Garut jadi salah satu jalan sembuhnya para pasien ODGJ,” kata Encep.
“R sendiri sudah dibawa berobat kemana-mana. Mudah-mudahan kerja sama Pemkab Garut dengan RSJMM Kota Bogor bisa menyembuhkannya agar bisa hidup normal,” kata Dia menambahkan.
Menurut Encep, R sebelumnya sehat. Namun karena suatu hal (menimba ilmu) jadi terkena gangguan jiwa.
“Dulunya sehat. Awalnya mengambil jalan pintas ‘ngelmu’ (menimba ilmu) dengan wirid karena mungkin faktor ekonomi (ingin cepat kaya),” kisah Encep di Garut.
Pada saat dibawa ke lokasi skrining dan evakuasi, kaki kanan R dipasung dengan rantai karena sering lari-lari dan mengamuk.
“R dipasung sekitar 6 bulan yang lalu karena sudah ODGJ hampir 10 tahun. Gejalanya sering teriak-teriak, mengamuk, lari-lari dan panas dibagian kepala (seperti ada ditusuk jarum),” ungkap Encep.
Encep mengaku, selama 10 tahun R menderita ODGJ, baru tahun kemarin diobati secara berkala.
“Pengobatannya dibantu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dulu tak diobatin karena mahal dan tidak tahu program pemerintah. Jadi pengobatannya alternatif. Baru satu tahun diobatin secara medis,” kata Dia.
Koordinator Dinas Sektoral dan Promotor Kesehatan RSJMM Kota Bogor, Iyep Yudiana mengatakan, para pasien ODGJ Garut yang akan diberangkatkan ke Kota Bogor telah melalui beberapa tahapan. Mulai dari pemberkasan hingga penandatangan persetujuan dari pihak keluarga.
“Ada tahapan-tahapan pemeriksaan. Pertama pemberkasan, kita cek jaminan rawatnya, identitasnya dan lain-lain. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan jiwa, termasuk skrining ulang Covid-19,” kata Iyep.
“Tak hanya itu, diperiksa juga oleh dokter spesialis jiwa dan dokter UGD (Unit Gawat Darurat) hingga si-pasien dinyatakan memang pertama indikasi rawat jiwa. Kedua, jaminan pemberkasannya lengkap dan ketiga penandatanganan surat persetujuan dari keluarga untuk melakukan perawatan di RSJMM yang perawatannya lengkap dengan edukasi kesehatan jiwa,” tambahnya.
Iyep menyebut bahwa tujuan akhir dari kegiatan ini adalah, pihaknya bersama Kemenkes RI turun tangan terjun langsung memberikan pelayanan kesehatan jiwa.
“Tujuan akhirnya Rumah Sakit Jiwa Marjoeki Mahdi Kota Bogor di bawah Kementerian Kesehatan turun tangan langsung memberikan pelayanan kesehatan jiwa. Contohnya, ada tiga pasien yang dipasung dengan rantai, dibebaskan,” imbuhnya.
“Tidak hanya hari ini saja, para pasien otomatis nanti setelah selesai pemeriksaan, juga ikut perawatan pengobatan di rumah sakit,” ungkapnya.
Menurut Iyep, ada empat hal yang harus dilakukan oleh masyakat jika di rumahnya atau di lingkungannya ada pasien ODGJ. Yakni, bawa pasien ke tempat Fasilitas Kesehatan (Faskes), memberikan obat kepada pasien, berdayakan pasien di masyarakat dan warga menerima kembali pasien ODGJ.
“Kami dari promotor kesehatan jiwa di instalasi kesehatan jiwa rumah sakit mengimbau empat hal ke masyarakat. Bawalah pasien ODGJ ke Faskes. Bukan saatnya lagi sekarang penanganan pasien jiwa dengan dipasung. Berikan juga obat sebagai penyeimbang, pengontrol kesehatan jiwanya dan berdayakanlah pasien di masyarakat,” kata Iyep.
“Anggaplah pasien itu sebagai seseorang yang sudah pulih dan sama seperti yang lain untuk kembali berada di tengah-tengah masyarakat,” tutup Dia di Klinik Atma, Karangpawitan Garut.
Sebagai informasi, gangguan kesehatan mental yang dialami ODGJ beragam. Ada gangguan yang terjadi karena faktor genetik, ada juga yang diderita akibat faktor lingkungan.
Sebelum menilai ODGJ dengan stigma buruk, sebaiknya diketahui beberapa gangguan kesehatan mental yang sering terjadi.
- Depresi
Depresi merupakan salah satu kondisi kesehatan mental yang paling banyak diidap oleh ODGJ. Sekitar 300 juta orang di dunia, mengalaminya. Dalam kasus tersebut, wanita lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental depresi.
Faktanya, depresi memang lebih banyak diidap kaum hawa. Para pengidapnya, akan merasakan suasana hati yang sedih, kehilangan minat dan perasaan senang, tidak percaya diri, sulit mendapatkan istirahat yang berkualitas, hingga mengalami penurunan dalam kemampuan berkonsentrasi.
Biasanya, depresi disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan situasi-situasi yang membawa perubahan besar dalam hidupnya. Seperti didiagnosis penyakit mengerikan, melahirkan, pengalaman traumatik pada masa kecil, hingga menganggur.
- Bipolar
Penyakit kesehatan mental Bipolardialami oleh sekitar 60 juta orang di dunia. Para pengidapnya akan memasuki fase manik dan episode depresif.
Dalam fase manik, ODGJ akan merasa sangat bersemangat dan dapat melakukan apapun. Kepercayaan diri akan sangat meningkat, menyebabkan pengidapnya tidak bisa duduk diam.
Dalam fase depresi, ODGJ penderita bipolar akan memasuki fase depresi intens. Gejalanya mulai dari munculnya rasa sedih, cemas, hilangnya energi, hingga putus asa.
Bipolar dapat diobati dengan tiga kelas pengobatan berbeda, yaitu obat penstabil suasana hati, obat andtidepresan dan antipsikotik.
Dalam fase mani, para penderita bipolar juga harus diperhatikan. Sebab, dalam fase ini, mereka cenderung melakukan aktivitas yang sangat berisiko bagi kesehatan dan keamanannya.
- Skizofrenia dan psikosis lainnya
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sudah parah. Di dunia, sekitar 23 juta orang mengidapnya. Para pengidapnya mengalami “distorsi” dalam pikiran, yang memengaruhi persepsi, emosi, bahasa, rasa dan perilaku.
Tidak heran, mereka sering berhalusinasi (mendengar, melihat atau merasakan hal-hal yang tidak ada) dan berdelusi.
Pengidap skizofrenia berisiko mendapatkan stigma buruk dari masyarakat. Dalam kasus tertentu, mereka harus dirawat di rumah sakit, agar keamanan, kebersihan dan keselamatannya terjamin.
Dengan pengobatan jangka panjang yang tepat, serta dukungan dari lingkungan sekitar, pengidap skizofrenia dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.
(Andian/Bambang)