TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Kasus dugaan pemotongan dana hibah bantuan Provinsi Jabar tahun anggaran 2020 di Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya, Jabar yang kini ditangani Aparat Penegak Hukum (APH).
Kemudian dengan mencuatnya kasus tersebut telah mendorong sejumlah penerima hibah di beberapa kecamatan mengadu dan meminta pendampingan hukum ke LBH Ansor Kabupaten Tasikmalaya, karena mengalami hal yang sama.
“Besok rencananya akan ada beberapa pihak lembaga pendidikan keagamaan di luar Kecamatan Sukarame yang akan datang ke kantor LBH Ansor untuk meminta pendampingan serta konsultasi hukum, menjelang pemeriksaan yang akan dilakukan oleh pihak Kejaksaan dan Kepolisian,” kata Ketua LBH Ansor Kabupaten Tasikmalaya, Asep Abdul Rofiq, disela-sela pendampingan salah satu lembaga pendidikan di Kecamatan Sukarame dalam agenda pemeriksaan saksi oleh penyidik di Mapolres, Jumat (19/2/2021).
Salah satunya adalah dari Kecamatan Sodonghilir yang mengaku mendapat pemotongan dana hibah Banprov, yang seharusnya mendapat Rp 300 juta, namun yang diterima kurang dari Rp 150 juta.
BACA JUGA: PCNU Kabupaten Tasikmalaya Instruksikan LBH Ansor Dampingi Korban Pemotongan Hibah Banprov Jabar
“Mereka sudah mendapat jadwal pemeriksaan sebagai saksi di Kejaksaan Negeri pada Sabtu (20/2/2021). Demikian pula untuk kasus yang sama di Kecamatan Cigalontang yang akan diperiksa pihak Kepolisian pada Senin pekan depan, mereka berencana mendatangi kantor kami,” kata Asep.
Dia menjelaskan, LBH Ansor siap mengawal para korban pemotongan dana hibah Banprov, dan mendukung sepenuhnya terhadap APH untuk mengungkap dugaan kasus pemotongan dana hibah di Kabupaten Tasikmalaya ini hingga tuntas.
Para Penerima Hibah Banprov Jabar Tidak Tahu Menahu NPHD
Disinggung soal pemeriksaan yang baru saja dilakukan penyidik Polres terhadap salah satu lembaga penerima hibah di Kecamatan Sukarame, Asep menuturkan, dalam keterangan pihak lembaga, pihaknya tidak merasa membuat proposal pengajuan apalagi menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) hingga anggaran turun ke rekening lembaga.
“Mereka (korban) ini mengaku kedatangan seseorang dan menawarkan program bantuan dari provinsi. Mereka kemudian membuat proposal dan dalam jangka waktu tidak lama, mereka diminta memperbiki proposal pengajuan dan melengkapi dokumen. Dari situ mereka tidak membuat proposal perbaikan selain menyerahkan dokumen tambahan kepada seseorang,” kata dia.
Meskipun tidak membuat proposal mengajuan dan menandatangani NPHD, namun bantuan dana hibah tetap turun dan dicairkan pada bulan Januari 2021 lalu. Kemudian sekitar 50 persennya diserahkan kepada seseorang yang sudah menunggu setelah pihak lembaga menarik uang dari bank.
“Ya saya tidak pernah tahu NPHD apalagi menandatangani. Yang jelas semua sudah diurus oleh mereka (seseorang). Saya mendapat Rp 310 juta dan disetorkan kepada orang itu sebesar Rp 160 juta,” kata bendahara salah satu lembaga pendidikan keagamaan di Sukarame, yang mewanti-wanti agar tidak mencantumkan namanya di media.
Dia membeberkan, jika dari persoalan dana hibah ini, telah banyak orang atas nama pribadi maupun kelompok yang datang kepada dirinya dan meminta sejumlah uang.
“Ada yang datang dan sempat meminta Rp 1 juta. Ia mengancam akan mengambil gambar bangunan proyek yang sedang dikerjakan oleh lembaga. Sebelumnya kami di lembaga, juga kedatangan kelompok orang dan meminta uang jutaan rupiah untuk alasan pengamanan. Benar-benar kami merasa tertekan,” katanya.
(Farhan)