Minggu 12 Januari 2025

Demokrat Berharap Agar Pertimbangkan Pembahasan Revisi RUU Pemilu

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Partai Demokrat berharap agar pertimbangan dalam menolak atau menyetujui pembahasan revisi RUU Pemilu, adalah untuk kepentingan perbaikan kualitas tata kelola pemilu di Indonesia.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Agust Jovan Latuconsina mengatakan, design Pilkada serentak 2024 hanya memfasilitasi kepentingan partai penguasa. Argumen yang diajukan pemerintah ttg penolakan Pilkada 2022 dan 2023 jelas inkonsisten dengan sikap pemerintah saat memaksakan Pilkada 2020 lalu.

Partai Demokrat berusaha mendengarkan aspirasi dari masyarakat, akademisi, elemen masyarakat sipil, teman-teman penggiat pemilu, maupun pihak-pihak lainnya terkait ini. Sikap Partai Demokrat sampai dengan saat ini masih konsisten bersama rakyat mendukung Pilkada 2022-2023 tetap dilaksanakan.

BACA JUGA: Istana Ogah Tanggapi Surat AHY Soal Kudeta Demokrat

“Kami sungguh berharap agar pemerintah dan parpol benar-benar mengambil pelajaran dari Pemilu 2019. Pemilu serentak Pilpres dan Pileg menjadi lebih rumit dan kompleks serta menjadi beban berat bagi penyelenggara. Ada korban nyawa yang nyata, mencapai 894 orang. Belum lagi menguatnya polarisasi, maraknya politik identitas, dan kecenderungan menguatnya pragmatisme. Apalagi kalau kemudian pilkada juga digelar serentak di tahun yang sama,” katanya dalam rilis yang diterima Rabu (10/2/2021).

Menurut dia, Tampaknya partai penguasa tengah berusaha mengamankan kepentingannya utk melemahkan rival politik di DKI Jakarta, Jawa Timur & Banten, Jawa Barat, sebagai provinsi besar di wilayah Jawa yg sangat berpengaruh terhadap kekuatan suaranya di Pemilu & Pilpres 2024 mendatang, mengingat 50% populasi nasional ada di Jawa. Dengan mem-PJ-kan para kepala daerah di wilayah strategis, maka pengamanan suara akan jauh lebih mudah dikendalikan di Pileg & Pilpres 2024.

“Belum lagi jika kita membahas kredibilitas 278 “pejabat sementara” kepala daerah yang akan ditunjuk, dalam memimpin provinsi, kabupaten, atau kota tersebut dalam waktu yang cukup panjang, selama 1-2 tahun. Wajar bila kredibilitas mereka kemudian dipertanyakan, karena mereka menjabat atas dasar penunjukan atau penugasan, bukan dipilih langsung oleh rakyat melalui suatu proses demokrasi,” kata dia.

Semoga hal-hal seperti ini menjadi bagian dari pertimbangan teman-teman di pemerintahan maupun di partai politik lainnya di parlemen. Opsi apapun yang dipilih sebagai bagian dari kesepakatan antara pemerintah dan partai politik di parlemen dalam revisi UU Pemilu.

“Kami harapkan merupakan opsi terbaik untuk merawat dan mengembangkan demokrasi di negeri tercinta ini. Jangan sampai demokrasi di Indonesia berjalan mundur,” katanya.

(Anthika Asmara)

Berita Terbaru

spot_img