BANDUNG,FOKUSJabar.id: Sri Wahyuni Agustiani (Yuni) (lahir di Bandung Jawa Barat (Jabar), 13 Agustus 1994, Dia adalah seorang atlet Angkat Besi Indonesia.
Pada Asian Games 2014, Sri Wahyuni Agustiani berhasil membawa pulang medali perak di kategori 48 kg, mengangkat total beban 187 kg.
Dua tahun berikunya di Olimpiade Rio 2016, Sri Wahyuni Agustiani menyumbangkan medali pertama untuk kontingen Indonesia dengan meraih medali perak di kategori 48 kg, mengangkat total 192 kg.
Saat itu, Sri Wahyuni Agustiani menjadi peringkat kedua setelah berhasil mengumpulkan total angkatan 195 kilogram. Dia tertinggal total angkatan 4 kilogram dari atlet angkat besi Korea Utara, Di Song Gum (kelas 199 kg).
BACA JUGA: Yessy Yosaputra jadi ‘Buah Bibir’ Olimpiade Rio 2016
Konon, Sri Wahyuni Agustiani mengenal dunia olahraga angkat besi sejak berusia 13 tahun. Yuni kerap mengikuti kejuaraan angkat besi tingkat lokal dan nasional. Hasilnya, Dia memperoleh medali emas untuk kejuaraan-kejuaraan tersebut.
Salah satu yang paling diingat adalah ketika dia sukses menyabet medali emas pada ajang Islamic Solidary Games 2013 di Palembang.
Nama Sri Wahyuni Agustiani semakin dikenal saat berhasil meraih medali emas di SEA Games 2013 di Myanmar dengan total angkatan 188 kg untuk kelas 48 kg.
Tak berhenti di situ, potensinya sebagai ‘srikandi’ makin terlihat ketika dia berhasil meraih medali perak pada kejuaraan Asia untuk kelas berat 48 kg dengan total angkatan 176 kg.
Sri Wahyuni Agustiani juga membawa pulang dua medali emas dan satu perak di ajang Kejuaraan Dunia Junior Angkat Besi Rusia 2014 serta medali perunggu pada Kejuaraan Dunia 2014 di Almaty, Kazakhstan untuk kelas 48 kg pada kategori Clean and Jerk dengan total angkatan 106 kg.
Debut di Asian Games 2014 Incheon, Korea Selatan, Yuni berhasil membawa pulang medali perak untuk Indonesia dengan total angkatan 187 kg mengalahkan Mahliyo Togoeva dari Uzbekistan.
Tahun 2015, Yuni prestasinya menurun. Saat itu, Dia gagal membawa pulang medali pada Kejuaraan Dunia 2015 di Houston, Texas, Amerika Serikat.
Alhasil, Yuni dipertimbangkan untuk melangkah mewakili Indonesia pada Olimpiade Rio de Janerio 2016. Namun, Persatuan Angkat Besi dan Berat Seluruh Indonesia (PABBSI) tak lantas mencoret namanya.
PABBSI yang percaya pada potensi yang dimiliki putri dari pasangan suami istri Candiana dan Rosita ini kemudian memperbaiki pola latihan Yuni dan dia pun mendapatkan ‘tiket’ mewakili Indonesia untuk debut di Olimpiade multievent olahraga terbesar di dunia tersebut.
Tak ingin kembali membuat Indonesia kecewa, Sri Yuni Agustiani tampil apik dan dia berhasil mengharumkan nama bangsa dengan memperoleh medali perak untuk kelas 48 kg dengan total angkatan 192 kg.
Berikut 6 inspiratif Sri Wahyuni Agustiani:
- Peduli Pendidikan
Meskipun dari Olimpiade di Brazil 2016, dirinya mendapat bonus Rp2 milyar, ternyata Yuni tak mengorbankan pendidikannya. Saat itu, masih tercatat sebagai salah satu mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Bekasi angkatan 2014.
Karena prestasinya di bidang olahraga, banyak civitas akademika dari Universitas Bhayangkara yang bangga terhadapnya.
Pada 2016 lalu, tepatnya saat dia menyabet medali Perak di Rio, pihak rektorat kampusnya berusaha untuk membebaskan biaya kuliah untuk jenjang S1 dan S2.
- Fokus Berlatih
Sri Wahyuni Agustiani sempat dikabarkan menolak wawancara media karena lagi latihan. Padahal, mestinya dia paham kalau gak semua atlet bisa dapat kesempatan diwawancarai media. Selain itu, dia juga bisa jadi tenar jika sering diliput.
Sikap itupun diakui oleh pelatihnya, Supeni. Kata dia, Yuni memang sangat keras dalam latihan karena dia punya target dalam setiap pertandingan.
Supeni sendiri sempat meminta Yuni secara pribadi untuk berbicara dengan media pada saat itu, namun Yuni tetap menolak.
- Tulang Punggung Keluarga
Ayah Yuni, Candiana bercerita tentang bagaimana bangganya dia terhadap putrinya. Kesuksesan Yuni sebagai atlet ternyata berbuah manis bagi keluarganya.
Lifter yang sudah mengumpulkan lebih dari 30 medali itu ternyata rutin mentransfer uang hasil keringatnya untuk orangtuanya. Uangnya pun dimanfaatkan untuk membiayai pendidikan adik-adik Yuni.
- Sederhana
Bisa dibilang hidup Sri Wahyuni Agustiani cukup sederhana. Meski dapat bonus milyaran rupiah, dia justru terbiasa makan dengan lauk pauk yang murah.
Menurut Ibunda Yuni, Rosita, selama ini putrinya gak pernah neko-neko soal makanan. Makanan favoritnya adalah tahu remas dan ikan pindang. Yuni juga doyan seblak, bakso juga makaroni goreng pedas.
- Dibesarkan dari Keluarga Sederhana
Peran keluarga tampaknya menjadi salah satu hal yang membuat Yuni menganut gaya hidup sederhana hingga kini.
Rumah Sri Wahyuni Agustiani di Bandung, terletak di Kampung Bojong Pulus, Desa Banjaran Wetan. Untuk masuk ke rumah Yuni, kamu harus melewati pintu gang yang terbilang cukup sempit.
Kabarnya sih, gang itu hanya bisa dilalui oleh satu motor. Di keluarganya, Yuni kerap dipanggil dengan sebutan Eneng. Ya sebutan itu adalah panggilan untuk anak perempuan suku Sunda.
- Bercita-cita jadi PNS
Dalam artikel di sebuah media, Yuni pernah blak-blakan setelah karier atletnya selesai dia sudah mantap untuk berkarier sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ternyata, gak sedikit instansi pemerintah di Jawa Barat yang sudah nawarin Yuni kerja sebagai PNS.
Selain jadi PNS, Sri Wahyuni Agustiani juga tertarik untuk berbisnis. Dia berpikir bahwa kedua profesi itu memang baik untuk dijalani ketimbang harus jadi pelatih.
Seperti itulah fakta-fakta menarik dari sosok Sri Wahyuni Agustiani yang inspiratif. Ternyata selain mengharumkan nama bangsa, dia juga tengah berusaha membahagiakan keluarganya.
Perjuangannya sebagai seorang atlet memang patut diapresiasi. Sri Wahyuni Agustiani memulai kariernya di dunia olahraga dari nol.
Dan sebagai atlet pun, Sri Wahyuni Agustiani sudah punya pandangan mau jadi apa dia di masa yang akan datang. Itu sebabnya, Yuni gak mau meninggalkan pendidikan begitu saja.
(Bambang Fouristian/berbagai sumber)