CIAMIS,FOKUSJabar.id: Kain batik tulis menjadi salah satu karya sandang has Indonesia. Beberapa daerah sudah dikenal sangat identik dengan corak batiknya yang has, diantaranya Trusmi Cirebon dan Pekalongan.
Namun, siapa sangka jika Kabupaten Ciamis juga memiliki has corak yang dikenal dengan batik tulis Ciamisan. Bahkan Ciamis memiliki sebuah pabrik besar khusus bernama Rukun Batik yang berdiri di Jalan Jendral Sudirman.
Pabrik tersebut memproduksi secara besar kain batik has Ciamis, selain versi mesin cetak, Rukun Batik juga memproduksi batik tulis Ciamisan.
BACA JUGA : Wali Kota Bandung Ingin Patenkan Motif Kain Batik Khas Kota Bandung
Namun, sudah beberapa tahun ini produksi kain batik Ciamis redup. Bahkan banyak yang kesulitan mendapatkan batik Ciamisan di pasaran.
Kepala Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudpor Ciamis) Erwan Darmawan mengatakan, pihaknya terdorong untuk kembali membangkitkan ke permukaan kain batik has Ciamis. Terutama batik tulis.
Apalagi dia pernah didatangi tokoh sepuh Ciamis yang akrab dipanggil Kang Masmu. “Kang Masmu datang dan memberi contoh bentuk kain batik Ciamis, dia menginginkan batik Ciamis dikembalikan eksistensinya,” kata Erwan, Selasa (21/7/2020).
Erwan pun langsung menelusuari jejak pembuatan batik Ciamis yang dulu pernah ada. Termasuk ke pemilik Pabrik Rukun Batik. Lalu menelusuri sumber daya penulis batik. Setelah itu Erwan melakukan cek ricek harga batik tulis ke Tasikmalaya.
“Saya kemudian menyurvei, dimana kain batik biasa dibuat di Ciamis. Saya datang ke Pak Otong, ke Pabrik Rukun Batik. Saya cari pekerja penulis batik. Saya juga survei harga batik tulis di Tasik,” kata Erwan.
Erwan mendapat keluhan dari para pendahulu penulis batik Ciamisan. Mereka tak bersemangat membuat batik tulis karena pasarnya menjadi sempit, yakni kalangan yang memang mengerti akan batik tulis.
Harga jual batik tulis tinggi dan dibuat dengan waktu yang lama. Itu yang menjadi kendala batik tulis agak sulit mendapatkan konsumen.
“Jadi membuat batik tulis itu bisa satu sampai dua minggu. Kemudian harganya juga mahal, saya survei ke Tasik yang sudah jadi, batik tulis memang harganya kisaran Rp750 ribu sampai Rp2 juta. Mungkin ini yang jadi tantangan dan kendala,” kata Erwan.
Dalam proses pencarian sumber daya penulis batik, sampailah Erwan bertemu dengan Zepan seorang perupa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, yang pernah membuat batik virus corona. Kebetulan Zepan asli putra daerah Ciamis.
“Kebetulan dia orang Ciamis, nah saya minta dia buat batik, dan saya minta dibuatnya tidak di rumah tapi di sini, di kantor Disbudpora. Hari ini baru dimulai,” kata Erwan.
Erwan meninisaisi pembuatan batik tulis di Kantor Disbudpora, agar prosesnya dapat dilihat oleh siapa saja yang berkunjung ke kantor. Terlebih, jika ada pelajar yang berminat ingin tahu proses pembuatan batik tulis Ciamisan bisa datang ke kantor Disbudpora.
“Ada misi kelestarian budaya, ada misi edukasinya. Kita belum berpikir jauh ke konsep pasarnya. Paling tidak ini adalah identitas daerah harus kita hidupkan saja dulu,” kata Dia.
Perupa UPI Bandung asal Ciamis Zepan saat ditemui tengah fokus membubuhkan cat pada corak yang sudah dipola di kain putih.
Ada katel kecil berisi cat, di sisi kanan, kain putih yang sudah dipola corak disandarkan di penyangga kayu. Zepan dengan apik membubuhkan cat mengikuti corak yang sudah dipola.
Menurut Zepan membuat batik tulis membutuhkan antara satu sampai dua minggu. Diperlukan ketelitian saat mewarnai pola corak pada kainnya.
Zepan mengaku memenuhi permintaan Disbudpora, karena dia sendiri menginginkan batik has Ciamis ini kembali eksis. Paling tidak untuk kalangan Ciamis dulu.
Zepan menerangkan corak Ciamisan salah satunya Lereng Sindrung. Untuk membedakan mana yang has Ciamis atatua bukan, bisa dilihat dari warnanya. “Kalau yang Ciamisan, itu warnanyan cenderung coklat dan hitam,” kata Zepan.
Saran untuk Lemabaga Sekolah
Kadisbudpora Ciamis Erwan Dermawan memberikan saran kepada lembaga sekolah, yang di dalam pembelajaran kesenian nya ada praktek pembuatan batik.
Sepengetahuan Erwan, dalam praktek pembuatan tulisan batik, siswa biasanya membuat di media kain kanvas yang ukurannya kecil. Dia menyarankan medianya dirubah pada media kain besar.
“Kenapa tidak kain besar saja. Lalu seburuk apapun hasilnya, batik hasil karya siswa ini jangan diperbaiki, biarkan sesuai aslinya. Simpan. Saya yakin, beberapa tahun kedepan ketika mereka sudah menjadi alumni, batik karya mereka saat mereka di sekolah akan bernilai. Dia pasti mau beli,” kata Erwan.
Khusus untuk batik yang diproduksi Disbudpora, Erwan berencana belum akan memasarkannya ke pasar bebas.Karena persiapan untuk masuk ke pasar bebas harus matang konsep dari sisi kesiapan produksinya.
“Karena harganya mahal, jadi peminatnya juga khusus. Paling tidak mereka yang cinta kepada identitas daerah, atau yang cinta pada kain batik tulis. Saya yakin akan juga ada pemesan khusus,” kata Erwan.
Dirinya juga sudah berkoordinasi dengan Badan Promosi Pariwisata Daerah untuk bersama-sama melakukan promosi terkait potensi kain batik tulis Ciamis, yang saat ini sedang dikembangkan kembali oleh Disbudpora.
(Deni)