Kamis 12 Desember 2024

Sikap DPR Dipertanyakan Soal RUU HIP Oleh Sekjen Gelora

JAKARTA,FOKUSJabar.id : Sekjen Gelora Indonesia Mahfuz Sidik mempertanyakan sikap DPR RI yang tidak mengeluarkan RUU HIP dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Menurut dia, RUU HIP ini bikin hancur-hancuran kohesi sosial, jadi pembelahan sekarang.

“Apa urusannya, kita menghadapi Covid-19 saat ini ribut soal Pancasila, komunisme dan khilafah, korelasinya apa,” kata Mahfuz di Jakarta, Jumat (3/7/2020).

Demikian disampaikan Mahfuz menanggapi keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Menkumham Yasonna H Laoly serta DPD RI dalam raker, Kamis (2/7) yang mengeluarkan 16 RUU dari Prolegnas 2020 serta melakukan penambahan dan penggantian RUU di Prolegnas 2020.

BACA JUGA: DPR Bahas PKPU Pilkada Protokol Kesehatan

Dia menilai bahwa DPR telah kehilangan orientasinya dengan sikap mempertahankan RUU HIP dalam Prolegnas 2020. Padahal, kata dia, RUU itu telah menyebabkan pembelahan kohesi sosial masyarakat dan memperlemah kekuatan kebersamaan dalam rangka penagann kiris akibat Covid-19.

Mahfuz mengatakan bahwa RUU HIP tidak termasuk RUU yang dikeluarkan atau diganti di Prolegnas 2020, tetap dipertahankan untuk dibahas bersama antara DPR dan pemerintah.

Namun, menurut dia, pada saat yang bersamaan, Wakil Presiden ke-6 RI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) menemui Ketua MPR Bambang Soesatyo pada Kamis (2/7), mendukung RUU HIP diganti menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP).

Mahfuz menegaskan bahwa RUU HIP tidak dibutuhkan masyarakat, karena lebih membutuhkan peran DPR dalam membantu pemerintah agar segera keluar dari krisis.

“DPR mestinya paham apa yang dibutuhkan masyarakat sekarang. Masyarakat tidak butuh RUU HIP, tapi butuh peran DPR membantu pemerintah dan membantu masyarakat agar segera keluar dari krisis,” kata dia.

Dia mengaku tidak memahami alasan DPR tetap mempertahankan RUU HIP untuk dibahas, terlebih RUU tersebut bukan usulan pemerintah, melainkan inisiatif DPR dari sebagian pihak dan fraksi.

Dia berharap DPR lebih fokus dan konkret membantu pemerintah mengatasi dampak Covid-19. Dia mencontohkan soal biaya rapid test yang mahal, mengapa DPR tidak membahas kebijakan yang mengikat pemerintah agar biayanya digratiskan atau disubsidi.

“Atau membahas insentif ke masyarakat, seperti UMKM yang sekarang diserahkan ke perbankan,” kata dia.

Sebelumnya, Raker Baleg DPR RI bersama Menkumham dan DPD RI menyepakati mengeluarkan 16 RUU dari Prolegnas Prioritas 2020, melakukan penambahan dan penggantian RUU di Prolegnas 2020. Dari 16 RUU tersebut, tidak ada RUU HIP dari daftar RUU yang dikeluarkan.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya menjelaskan RUU HIP tidak bisa langsung dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020, karena saat ini sudah menjadi domain pemerintah.

“DPR sudah ada aturannya, jika RUU sudah diambil keputusan di rapat paripurna, maka untuk membatalkannya harus di paripurna. Lalu saat ini, RUU HIP sudah masuk ranah pemerintah, maka tunggu pemerintah karena saat ini domainnya bukan di DPR,” kata Willy, di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly sudah menjelaskan bahwa pemerintah punya waktu 60 hari kerja setelah DPR mengirimkan RUU HIP.

Sebelum batas waktu itu, pemerintah akan mengeluarkan surat presiden (surpres), isinya bisa membatalkan atau menindaklanjuti RUU HIP.

(LIN/ANT)

Berita Terbaru

spot_img