BANDUNG, FOKUSJabar.id: Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo harus berani membenahi koordinasi petani dan instansi guna meningkatkan kesejahteraan buruh petani yang saat ini masih dinilai baik oleh DPR RI.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, pembenahan koordinasi antara instansi dan buruh petani sebagai bentuk integrasi untuk menciptakn suatu sistem yang bisa menyejahterakan buruh tani.
“Problem pertanian di Indonesia itu faktornya di setiap kementerian dan organisasi perangkat daerah yang berjalan sendiri-sendiri dan tidak terintegrasi,” kata Dedi saat dihubungi Selasa (5/11/2019).
Menuru Dedi, minimnya koordinasi menyebabkan pertanian menjadi korban dari tidak beresnya penataan hulu. Diantaranya tidak berhentinya penambangan dan penebangan liar sehingga hilir sungai yang rusak oleh pencemaran dan keramba jaring apung.
“Musibah seluruh proses ini yang paling ‘menikmati’ adalah pertanian. Yang paling menderita itu buruh taninya. Mereka membeli beras dari padi yang ditanam dan sudah dibeli tengkulak dengan upah buruh,” ucapnya.
Siklus ini membuat performa para buruh tani makin rendah karena posisi mereka yang makin termajinalkan mengingat kondisi kesejahteraannya dari tahun ke tahun tidak pernah membaik.
“Rumahnya jelek, jaminan kesehatan dan pendidikannya rendah. Dari persfektif ini saya memberikan saran lindungi buruh tani,” katanya.
Dedi mengaku sudah menyampaikan saran tersebut pada Mentan Syahrul Yasin Limpo dalam rapat dengar pendapat. Pihaknya mengusulkan agar urusan ini dikedepankan sebagai prioritas pembenahan tata kelola pertanian.
“Berikan buruh tani jaminan kesehatan yang memadai bukan hanya BPJS kesehatan yang di subsidi. Berikan jaminan rumah memadai hingga jaminan pendidikan sehingga orang tua berbondong-bondong dan bersedia menjadi buruh tani guna menjaga swasembada pangan,” tegasnya.
Dedi juga meminta agar Kementerian Pertanian bersama kementerian lintas bidang untuk konsisten menangani urusan hulu terutama urusan pertambangan yang kini izinnya berada di provinsi. “Tetapkan dengan jelas mana wilayah tambang dan non tambang,” ujarnya.
Dedi melalui komisi IV mendesak, Kementan turut tegas pada urusan tata ruang yang oleh kepentingan politik kerap kali mengubah areal sawah menjadi areal komersil. Terlebih izin untuk pendirian properti dan industri saat ini makin cepat diproses.
“Sebentar lagi daerah penghasil swasembada pangan di Pantura Jabar akan semakin susut dan hilang,” tuturnya dia.
Jika persoalan ini tidak ditangani,lanjutnya, akan membuat multidimensi dan kompleks. Karena itu Kementerian Pertanian harus mengambil langkah strategis dengan membenahi koordinasi dari pusat sampai daerah dalam urusan pertanian.
(AS/ars)