BANDUNG, FOKUSJabar.id: Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) memberikan penghormatan bagi tiga guru besar yang memasuki masa pensiun sebagai pegawai negeri sipil (PNS) menyampaikan pidato kehormatan. Pidato tersebut disampaikan pada kegiatan Orasi Ilmiah Penghormatan 3 Guru Besar Purnabakti UPI di gedung Achmad Sanusi (BPU), kampus UPI, Jalan Setiabudi Kota Bandung, Kamis (17/10/2019).
Rektor UPI, Asep Kadarohman menuturkan, ketiga guru besar UPI yang memasuki masa pensiun yakni Prof. Ishak Abdulhak, Prof. Achmad Munandar, dan Prof. Liliasari. Ishak Abdulhak merupakan guru besar di bidang Didaktik Metodik Proses Pendidikan, lalu Achmad Munandar sebagai guru besar bidang pendidikan lingkungan, dan Liliasari sebagai guru besar di bidang Pendidikan IPA.
“Hari ini, ada tiga guru besar yang menyampaikan pidato kehormatan dan salah satunya terkait usia yang lebih dari 70 tahun sehingga secara otomatis status PNS beliau berhenti,” ujar Asep saat ditemui usai acara, Kamis (17/10/2019).
Meski tiga guru besar tersebut memasuki masa pensiun, namun tidak membuat jumlah guru besar di UPI berkurang. Pasalnya, pihaknya sudah mengundang dan menawarkan pada guru besar tersebut untuk tetap aktif sebagai dosen perjanjian kerja dengan status sebagai guru besar emeritus.
“Jadi secara jumlah (guru besar) tidak ada perubahan. Saat ini, kita memiliki 106 guru besar tetap sebagai PNS dan 8 guru besar emeritus dengan perjanjian kerja sehingga jumlahnya masih di posisi 114 guru besar. Guru Besar emeritus ini akan mendapatkan tunjangan bulanan meski tidak sebesar guru besar tetap dan akan kita evaluasi setiap tiga tahun sekali untuk perpanjangan,” terangnya.
Ketua Dewan Guru Besar UPI, Karim Suryadi menambahkan, prosesi penyampaian orasi ilmiah bagi guru besar yang masuk dalam masa pensiun ini diharapkan bisa menjadi sebuah tradisi akademik. Pasalnya, secara historis, ke-profesor-an sangat terkait dengan kata profess yang artinya memiliki pendirian dan kemandirian.
“Jadi seorang profesor bukan hanya mengajar meski tugas utamanya mengajar,
tapi beliau harus mampu menyampaikan gagasan dan pikiran yang menjadi kemandiriannya itu kepada masyarakat luas. Itu tradisi yang tumbuh dan berkembang di universitas-universitas Eropa bahkan sebelum abad pertengahan. Jadi acara hari ini untuk menghidupkan kembali tradisi akademik di universitas,” ujar Karim.
Karim menuturkan, setiap PNS maupun dosen yang mengabdi, tidak hanya menghitung hari kapan dirinya pensiun. Namun mereka akan ditagih tentang pertanggungjawaban secara akademik di masa jabatannya.
“Dengan tumbuhnya tradisi akademik yang baik, maka mereka akan mulai mengidentifikasi prestasi terbaiknya yang harus diwariskan kepada mahasiswa, masyarakat, dan bangsanya. Itu yang menjadi tujuan kita menggelar pidato kehormatan dan mengambil inisiasi tentang itu,” tuturnya.
Pelaksanaan acara sendiri, lanjutnya, bukan terkait pada pensiunnya guru besar yang bersangkutan sebagai seorang PNS. Namun bagaimana para guru besar ini bisa mewariskan legasi mereka, pengalaman mereka, hingga menjadi keteladanan dan tonggak bagi dosen-dosen muda dibawahnya.
“Untuk guru besar emeritus, itu sudah kita lakukan. Meski sudah pensiun, pikiran mereka masih dibutuhkan karena pengalaman guru besar itu tak tergantikan oleh dosen muda karena ada hal-hal yang tidak ter-transfer-kan. Bangsa ini butuh keteladanan dan biarlah kampus memelopori keteladanan ini,” pungkasnya.
(ageng)