TASIKMALAYA, FOKUSJabar.id: Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kota Tasikmalaya, Yanuar Rifki, menyoroti Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bagaimana tidak, dalam membantu suksesi pesta demokrasi hanya memberi bantuan spanduk dan baliho kepada para Calon Legislatif (Caleg) dan pangan Capres-Cawapres.
” Kalau hanya membuat spanduk dan baliho, kami juga mampu. Tapi pertanyaannya, bantuan Alat Peraga Kampanye (APK) yang diberikan pemerintah kepada Parpol punya pengaruh gak terhadap kualitas demokrasi? Dimana saat ideologi partai sudah memudar dan disisi lain ideologi transaksional semakin merajalela,” kata Yanuar saat rapat evaluasi penyelenggaraan Pemilu 2019 di Gedung Sari Gunung Salem, Jalan Bebedahan, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Sabtu (3/8/2019).
Kegiatan tersebut diselenggarakan KPU Kota Tasikmalaya yang dihadiri dari berbagai unsur masyarakat, pemerintah, kader Parpol, pegiat demokrasi, akademisi, aktivis, pergerakan mahasiswa serta media massa.
Yanuar mengklaim, bantuan spanduk dan baliho untuk Parpol tidak ada pengaruh sama sekali dalam meningkatkan kontes demokrasi di Kota Tasikmalaya.
” Kalau Pemilunya tahun 80-an, spanduk dan baliho punya pengaruh dalam pesta demokrasi. Tapi di jaman now, saya tegaskan tidak ada apa-apanya,” sambung dia.
” Anggaran untuk pengadaan spanduk dan baliho, KPU minimal mengeluarkan Rp100 juta. Coba bayangkan 34 provinsi, 514 Kabupaten/Kota se-Indonesia, berapa anggaran yang dikeluarkan? Spanduk dan baliho itu jadi sampah kemudian dibakar. Ini sangat keliru dan tidak tepat sasaran. Itu uang rakyat yang dibakar,” sebut Yanuar.
Ke-depannya saran dia, anggaran tersebut diperuntukkan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.
” Kita inginkan ada perbaikan dalam sistem Pemilu ke depan, supaya betul-betul bermartabat, berkualitas, berintegritas dan tuntas dengan baik. Termasuk peruntukan anggaran yang tepat sasaran,” ujar Yanuar.
Senada disampaikan Akademisi Universitas Siliwangi (Unsil), Hendra Gunawan. Menurut dia, sistem politik di Kota Tasikmalaya menuju oligarki politik. Yakni, kolaborasi penguasa dan pengusaha untuk meraih kekuasaan. Dimana untuk menjadi dewan,saat ini tidak perlu menjadi pengurus partai, yang penting memiliki uang banyak.
Kemudian demokrasi transaksional karena etika, moral dan pribadi calon yang buruk mengedepankan pola kampanye yang tidak mendidik dan monoton.
” KPU diharapkan dapat melakukan penyempurnaan sistem Pemilu. Dengan begitu, ke depannya sistem demokrasi di Indonesia lebih bermartabat dan bermoral sehingga sesuai harapan rakyat,” pintanya.
Sementara Ketua KPU Kota Tasikmalaya, Ade Zaenul Mutaqin mengatakan, masukan dan kritikan dari Parpol dan peserta Pemilu akan kita laporkan ke KPU pusat. Pihaknya hanya sebatas pelaksana aturan dari pusat.
” KPU Kota dan Kabupaten itu hanya melaksanakan aturan-aturan sesuai amanat UU, namun kemudian banyak pihak yang meminta untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Tentu kita akan menyampaikan ke KPU di tingkat pusat,” ungkap Zaenul.
” Semua permasalahan di daerah terkait pelaksanaan Pemilu ini akan kita laporkan ke KPU pusat. Termasuk bantuan-bantuan dalam bentuk fasilitasi. Dan apakah bantuan dalam bentuk fasilitasi ini diperbanyak atau bahkan ditiadakan lagi untuk ke depannya,” pungkasnya.
(Seda/Bam’s)