Jumat 13 Desember 2024

Dedi Mulyadi: Presiden Tak Diakui, Dewan Tak Berhak Terima Gaji

BANDUNG, FOKUSJabar.id: Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma’ruf Amin Jawa Barat, Dedi Mulyadi sindir kubu Prabowo-Sandi terkait seryan agar pendukung 02 tidak mengakui pemerintah dan tidak membayar pajak.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Puyuono meminta agar pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak perlu mengakui pemerintah yang terbentuk pada periode 2019-2024.

Menurut Arief, ada beberapa langkah yang bosa dilakukan. Pendukung 02, yakni dengan menolak membayar pajak kepada pemerintah. Sebab, pemerintah yang terbentuk dari penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sah.

Dedi Muluyadi menilai bahwa seruan tersebut tidak bisa dilaksanakan karena akan berdampak luas pada segala bidang.

“Kalau pemerintah yang sah tidak diakui dan kemudian warga diajak tidak usah membayar pajak, lalu anggota DPR dan DPRD dari partai oposisi tidak berhak mendapat gaji,” kata Dedi, di Purwakarta Kamis (16/5/2019).

Menurut dia, gaji dan tunjangan anggota DPR dan DPRD itu berasal dari Kementrian Keuangan yang disalurkan melalui Sekretariat Jenderal DPR RI dan Sekwan. Kalau pemerintah tidak diakui, otomatis kementeriannya pun tak diakui dan dianggap tidak sah. Maka, kata dia, gaji yang diterima pun tidak akan sah.

“Jadi nanti uang gaji yang diperoleh anggota DPR dan DPRD pun ilegal,” kata Ketua DPD Golkar Jabar itu.

Adapun dampak lain dari seruan untuk tidak mengakui pemerintah yang sah, kata Dedi, yakni soal administrasi kependudukan.

Menurut dia, kartu tanda penduduk (KTP) itu ditandatangani oleh pejabat negara. Ketika presiden tidak diakui, maka pengangkatan pejabat negara itu juga tidak sah. Artinya, kegiatan yang legalitasnya menggunakan KTP berarti tidak sah.

“Salah satunya adalah transaksi perbankan pun tidak sah karena KTP-nya ilegal,” kata dia.

Sebelumnya, Dedi Mulyadi juga mengkritik kubu Prabowo yang menolak hasil Pemilu 2019. Dedi menilai, sikap kubu Prabowo yang menolak hasil Pemilu 2019 berarti juga tidak mengakui peroleham suara Caleg semua partai, termasuk dari Gerindra.

Dedi mengatakan bahwa Pemilu 2019 itu dilaksanakan satu paket kegiatan yang dipertanggungjawabkan oleh lembaga penyelenggara bernama KPU dari pusat hingga tingkat KPPS.

Ketika hasil pemilu itu dianggap curang, kata Dedi, maka pemahaman itu berlaku paralel, yatu berlaku bagi pemilihan presiden, DPD, DPR RI hingga DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

(LIN)

Berita Terbaru

spot_img