Kamis 12 Desember 2024

Farhan: Konservasi Tanah Resapan Air di KBU Bisa Atasi Banjir Bandung

BANDUNG, FOKUSJabar.id: Bandung kembali banjir akibat luapan Sungai Citarum. Ketinggian banjir bervariasi, tetapi sebagian besar rumah terendam hingga lebih dari 1 meter. Akibatnya, ribuan warga kesulitan.

Politisi NasDem Muhammad Fahran pun fokus ingin menangani banjir yang kerap melanda Bandung. Dia akan meminta Pemprov Jabar untuk memperhatikan konservasi tanah resapan air di Kawasan Bandung Utara (KBU).

Caleg DPR-RI Dapil Jabar I (Kota Bandung-Kota Cimahi) itu menyebut bahwa di sanalah awal mula banjir menerjang Bandung.

“Saya lihat apakah saya di tempatkan di komisi yang tepat atau tidak, yakni kalau tidak Komisi IV, ya Komisi V. Kalau saya ditempatkan di Komisi IV, maka saya akan meminta perhatian Pemprov Jabar untuk memperhatikan konservasi tanah resapan air di KBU,” kata Farhan melalui rilisnya, Kamis (4/4/2019).

Namun, kata dia, jika nantinya ditempatkan di Komisi V, maka dia harus memperhatikan masalah rencana pembangunan infrastruktur pengendalian banjir di Bandung Raya. Terlebih hal itu tanggung jawab provinsi.

“Kalau saya tidak ada di dua-duanya, maka yang saya harus lakukan adalah membangun jejaring penanggulangan bencana dan penanggulangan korban bencana bersama dengan kementerian sosial atau dinas sosial serta Tagana, itu saja,” kata Farhan.

Sementara itu, pakar Tata Ruang Kota Nirwono Joga mengatakan bahwa banjir di kawasan Bandung Raya bisa diselesaikan jika ada koordinasi yang baik antara pemerintah kabupaten/kota, provinsi dan pusat.

Lemahnya koordinasi dan saling lempar tanggung jawab membuat masalah banjir tak pernah tuntas.

“Banjir bisa tuntas, terlebih siklus alam dari dulu selalu sama. Volume hujan sama saja. Tetapi harus ada pembagian tugaa yang jelas untuk mulai menyelesaikannya,” kata Nirwono.

Menurut dia, ada dua penyebab utama banjir di Bandung, yakni kiriman dari daerah dataran tinggi, seperti Bandung bagian utara. Hal itu terjadi karena kawasan hutan lindung dan kawasan hijau sudah sangat ter eksplorasi.

Seharusnya, kata dia, daerah-daerah hutan di dataran tinggi itu menjadi kawasan tangkapan air, sehingga volume air bisa dikurangi. Namun yang terjadi, pembangunan pemukiman dan vila di daerah pegunungan justru semakin massif.

“Karena sudah sangat ter eksplorasi, akhirnya tidak lagi bisa menahan air, sehingga air mengalir dalam jumlah besar. Apalagi Bandung seperti mangkuk yang dikelilingi pegunungan,” jelas dia.

Untuk membenahi rusaknya daerah tangkapan air, maka harus ada komitmen dari pembuat kebijakan untuk menghentikan izin pembangunan vila atau properti batu.

Penyebab lainnya, yakni buruknya drainase (saluran air). Volume air dari daerah dataran tinggi sangat besar karena kurangnya resapan, di sisi lain, kawasan Bandung yang rendah, saluran airnya tidak berfungsi baik. Misalnya gorong-gorong sangat sempit, hal itu yang memicu meluapnya air ke pemukiman.

(LIN)

Berita Terbaru

spot_img