Kamis 12 Desember 2024

RUU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Krusial bagi Umat

BANJAR, FOKUSJabar.id: Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama yang digelar Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat, 27 Februari-1 Maret 2019 menyoroti sejumlah persoalan krusial. Diantaranya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti Monopoli dan Persaingan Usaha.

Muhammad Syamsudin, salah satu anggota komisi dan tim perumus draft keputusan mengatakan, RUU itu dirancang untuk mengganti UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurutnya, UU tersebut dinilai masih belum dapat menampung dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat.

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 ini dikatakan bahwa tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, serta mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.

Untuk mengawasi pelaksanaan UU tersebut, dibentuklah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang diberikan wewenang untuk menerima laporan, melakukan penelitian, penyelidikan dan atau pemeriksaan, memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran.

Selain itu, memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat serta memberikakn sanksi administrasi kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU.

Namun demikian, praktik-praktik usaha yang tidak sehat masih saja merajalela. Semisal melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran (monopoli), menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal (monopsoni), penguasaan pasar baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, serta persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender.

“ Banyak faktor yang melatarbelakanginya. Mulai dari kongkalikong antara pengusaha dengan pejabat, masih maraknya praktik suap, dan tipu daya antar pengusaha,” katanya.

Dia menjelaskan, dalam revisi UU No5 Tahun 1999, terdapat beberapa masalah pokok yang menjadi perdebatan. Antara lain soal pengertian “praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,” kelembagaan dan kewenangan KPPU, Persoalan denda dan hukuman; serta kode etik dan dewan Pengawas.

Pihaknya mendorong rencana perbaikan perangkat hukum yang mengatur persaingan usaha. Mengingat pada waktu penerbitan UU No5/1999 terkesan penyusunannya tergesa-gesa. Forum juga cenderung menyetujui draft revisi UU yang memperluas kewenangan KPPU untuk bertindak sebagai penyidik, penuntut, dan sekaligus pemutus perkara dalam kewenangan KPPU.

” Hanya saja, perlu perbaikan mengenai substansi, struktur pasal-pasal, dan redaksi muatanmuatan baru yang diperlukan agar kepentingan umum dapat dikedepankan guna mencapai efisiensi dan kemakmuran rakyat,” ujarnya.

Terkait dengan kemungkinan adanya peleburan (merger) dua atau lebih perusahaan/badan usaha, forum Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah mengusulkan adanya antisipasi melalui aturan UU Penanaman Modal Asing (PMA) yang berlaku. Khususnya untuk jenis usaha yang melibatkan PMA guna melindungi produk dan pengusaha dalam negeri dalam berkiprah di negeri sendiri.

(Boip/Bam’s)

Berita Terbaru

spot_img