BANDUNG, FOKUSJabar.id: Setelah ditemukannya obat antiretroviral (ARV), tren kasus infeksi baru penyakit HIV/AIDS secara global bisa ditekan. Namun sayangnya, tren kasus infeksi baru HIV/AIDS di Indonesia justru mengalami peningkatan. Padahal Indonesia telah menggulirkan program ‘2030 Zero Impact’.
Hal itu disampaikan Seksolog sekaligus Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Bandung, Dokter Bagus Rahmat Prabowo, Senin (3/12/2018).
Menurut Bagus, penyebab tren infeksi baru HIV/AIDS di Indonesia meningkat lantaran ada gap yang tinggi antara jumlah penderita dengan orang yang tahu status HIV-nya.
“Masih banyak yang belum tahu kalau dirinya terjangkit HIV, sekitar 82 persen. Sehingga mereka tidak mengkonsumsi obat ARV. Karena tidak tahu, mereka masih menularkan HIV kepada yang lain,” terangnya.
Selain itu, lanjut Bagus, akses informasi untuk mengetahui status HIV masih terbatas. Banyak juga penderita yang belum tahu bahwa obat ARV bisa menekan virus HIV sampai zero.
“Distribusi ARV tidak menghadapi kendala yang berarti. Masalahnya masih bermula pada pengadaan obat tersebut. Padahal Indonesia sanggup untuk membeli ARV sendiri,” paparnya.
Bagus menerangkan, sejauh ini Kota Bandung menjadi yang terbanyak jumlah penderita HIV-nya di Jawa Barat karena memiliki jumlah penduduk yang banyak. Disamping itu, adanya peningkatan pelayanan untuk para penderita HIV membuat mereka yang berasal dari daerah lain terdaftar di Kota Bandung.
“Maka, di hari HIV/AIDS sedunia sosialisasi tentang penyakit ini semakin digencarkan, baik kepada penderita agar mengkonsumsi obat ARV, maupun masyarakat agar tidak terinveksi HIV,” ungkapnya.
(Vetra)