spot_img
Selasa 23 Desember 2025
spot_img

Rentetan Kasus Keracunan Jadi Alarm MBG, Netty Prasetiyani Desak BGN Tutup SPPG Bermasalah

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan setelah sejumlah kasus keracunan makanan terjadi sepanjang 2025.

Rentetan insiden tersebut menjadi peringatan keras bahwa tata kelola MBG masih menyimpan persoalan serius yang tak bisa ditutupi dengan data statistik semata.

Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Heryawan, menegaskan Badan Gizi Nasional (BGN) harus menjadikan kasus-kasus tersebut sebagai momentum evaluasi total menjelang pelaksanaan MBG pada 2026.

Menurut dia, evaluasi tidak boleh berhenti pada aspek administratif, lebih dari itu harus menyentuh pengawasan lapangan dan penindakan tegas.

BACA JUGA: Puluhan Kapal Nelayan Cilacap Tak Lagi Hiasi Pantai Batu Karas Pangandaran

MBG
Anggota DPR RI Netty Prasetyani soroti Tata kelola MBG (LIN)

“Kasus yang terjadi harus menjadi pijakan bagi BGN untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Tidak cukup hanya evaluasi administrasi, tetapi juga harus ada tahapan penindakan yang nyata,” kata Netty, Selasa (23/12/2025).

BGN, kata Netty, harus berani mengambil langkah tegas jika ditemukan pelanggaran serius dalam pengelolaan MBG. Salah satunya dengan menutup sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terbukti bermasalah demi perbaikan menyeluruh.

“Jika memang ada SPPG yang melakukan kesalahan dan perlu ditutup sementara agar dilakukan pembenahan, maka BGN harus berani melakukannya,” tegas dia.

Netty Kritik Pendekatan Kuantitatif 

Dia juga mengkritik keras pendekatan kuantitatif yang kerap digunakan untuk meremehkan kasus keracunan. Menurut Netty, membandingkan jumlah korban dengan total SPPG secara nasional merupakan cara pandang yang keliru dan berbahaya.

“Kita tidak bisa menolerir pernyataan bahwa karena hanya sedikit, maka dianggap wajar. Satu saja korban dari penyelenggaraan MBG sudah menjadi alarm dan sinyal bahaya bagi tata kelola program ini,” kata dia.

Selain persoalan keamanan pangan, Netty turut menyoroti potensi fraud dalam setiap tahapan pelaksanaan MBG. Mulai dari penentuan lokasi SPPG, pendataan penerima manfaat, hingga distribusi makanan di lapangan.

Netty mengungkap adanya keluhan masyarakat yang kehilangan hak menerima MBG karena didahului atau ‘ditekel’ oleh pihak tertentu.

“Jangan ada fraud. Mulai dari penentuan titik SPPG, penetapan penerima manfaat, distribusi, hingga pengadaan bahan makanan. Semua harus diawasi secara ketat karena akan berdampak langsung pada kualitas MBG,” kata dia.

BACA JUGA:

Program MBG di Jawa Barat Libatkan Petani dan Sekolah

Tidak hanya itu, Netty juga menekankan pentingnya kualitas sumber daya manusia dalam mendukung keberhasilan program. Pelatihan bagi ahli gizi, kepala SPPG, hingga petugas quality control harus dilakukan secara serius dan berstandar tinggi.

Pelatihan tidak hanya menyangkut pemahaman gizi, tetapi juga proses pengolahan makanan, pemorsian, hingga pengemasan agar sesuai standar keamanan pangan.

“BGN perlu bekerja sama dengan berbagai pihak agar kualitas MBG benar-benar terjaga dari hulu ke hilir,” kata Netty menambahkan.

Pihaknya mendorong keterlibatan aparat penegak hukum dalam pengawasan MBG. Langkah ini dinilai krusial mengingat besarnya anggaran negara yang digelontorkan untuk program tersebut.

“Pengawasan hukum diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan anggaran. Harapannya, MBG benar-benar mencapai tujuan utamanya, yakni meningkatkan gizi masyarakat, membuka lapangan kerja, serta menggerakkan ekonomi di tingkat lokal,” kata dia.

Terkait rencana Kepala BGN Dadan Hindayana yang tetap ingin menjalankan MBG selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), Netty meminta kebijakan tersebut dikaji dengan sangat hati-hati. Menurut dia, pelaksanaan MBG di masa libur berpotensi menimbulkan persoalan teknis hingga pemborosan anggaran.

Menurut Netty, harus ada kesepakatan yang jelas antara SPPG, pihak sekolah, dan orang tua sebelum kebijakan tersebut ditetapkan. Pasalnya, pelaksanaan MBG saat libur menuntut kehadiran siswa dan guru ke sekolah.

“Jangan sampai makanan sudah disiapkan, tetapi tidak diambil karena siswa dan keluarganya sedang bepergian. Ini perlu kehati-hatian dalam menetapkan kebijakan,” kata dia.

(LIN)

spot_img

Berita Terbaru