TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tasikmalaya hingga 12 Desember 2025 dinilai cukup baik dari sisi persentase, namun masih menyimpan persoalan serius jika dilihat dari kualitas hasil dan manfaatnya bagi masyarakat.
Hal tersebut disampaikan akademisi Tasikmalaya sekaligus Lektor Kepala Program Pascasarjana STIA YPPT Priatim Tasikmalaya, Dr. H. Basuki Rahmat, M.Si, saat menganalisis kinerja realisasi belanja perangkat daerah tahun anggaran 2025.
Berdasarkan data resmi, realisasi belanja daerah Kabupaten Tasikmalaya hingga pertengahan Desember 2025 mencapai Rp2,88 triliun dari total pagu Rp3,50 triliun, atau setara 82,2 persen.
Capaian ini menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan APBD berjalan relatif baik dan mayoritas program telah dilaksanakan.
BACA JUGA:
Uang Rakyat Tak Bergerak, Serapan APBD Kabupaten Tasikmalaya Baru 82 Persen
Namun, Basuki menegaskan, dalam kerangka pengelolaan keuangan daerah berbasis kinerja, capaian tersebut tidak bisa dinilai hanya dari angka serapan semata.
“Persentase realisasi penting, tetapi yang jauh lebih krusial adalah bagaimana belanja tersebut menghasilkan output, outcome, dan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya, Minggu (21/12/2025).
Output Timpang, Infrastruktur Tertinggal
Dalam analisis berbasis output, Basuki menemukan adanya ketimpangan kinerja antar perangkat daerah. SKPD dengan tingkat realisasi tinggi di atas 90 persen umumnya merupakan perangkat daerah dengan karakter belanja administratif dan operasional, sehingga output kegiatan relatif lebih mudah dicapai.
Sementara itu, perangkat daerah di sektor pelayanan dasar dan teknis seperti pendidikan, kesehatan, dan layanan publik berada pada kisaran realisasi 78 hingga 88 persen.
Kondisi ini menunjukkan sebagian besar layanan telah berjalan, namun belum sepenuhnya optimal.
Sorotan tajam diarahkan pada perangkat daerah dengan realisasi rendah, sekitar 47 persen, yang umumnya berkaitan dengan sektor infrastruktur. Rendahnya realisasi ini mengindikasikan output fisik strategis belum sepenuhnya terlaksana.
“Secara umum output kegiatan memang dihasilkan, tetapi terlihat jelas adanya kesenjangan antara SKPD administratif dan SKPD teknis yang langsung bersentuhan dengan pembangunan fisik dan kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Outcome Belum Sepenuhnya Terasa
Dari sisi outcome atau hasil pembangunan, Basuki menilai tingginya serapan anggaran belum otomatis menjamin tercapainya perubahan signifikan di masyarakat.
Pada sektor pendidikan, kesehatan, dan sosial, realisasi belanja seharusnya berdampak pada peningkatan kualitas layanan, aksesibilitas, serta kesejahteraan warga.
Namun, keterlambatan pelaksanaan program infrastruktur berpotensi menunda outcome penting, seperti peningkatan konektivitas wilayah, efisiensi aktivitas masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi lokal.
“Outcome pembangunan mulai terlihat, tetapi masih perlu penguatan keterkaitan antara belanja dan perubahan nyata yang benar-benar dirasakan masyarakat,” katanya.
Manfaat APBD Belum Maksimal
Dalam analisis berbasis manfaat (benefit), Basuki menekankan, belanja pelayanan dasar akan memberikan dampak langsung apabila dilaksanakan tepat sasaran dan berkualitas. Sementara belanja infrastruktur memiliki efek jangka panjang dan multiplier effect tinggi bagi perekonomian daerah.
Namun, manfaat tersebut dinilai belum optimal apabila realisasi dan penyelesaian fisik proyek belum tercapai secara maksimal.
Di sisi lain, belanja administrasi dan penunjang pemerintahan lebih bersifat tidak langsung, berupa stabilitas tata kelola dan kelancaran pelayanan publik.
“Risiko utamanya adalah ketika serapan anggaran tinggi tetapi kualitas output dan outcome rendah, maka nilai manfaat APBD bagi masyarakat ikut menurun,” tegasnya.
Rekomendasi Akademisi
Menutup analisanya, Basuki menyimpulkan, kinerja penyerapan APBD Kabupaten Tasikmalaya tahun 2025 tergolong cukup baik secara kuantitatif, namun masih perlu peningkatan signifikan dari sisi kualitas belanja.
BACA JUGA: Infrastruktur Mandek, Anggaran PUTRLH Kabupaten Tasikmalaya Mengendap Rp74 Miliar
Ia merekomendasikan agar evaluasi kinerja keuangan daerah ke depan tidak hanya berfokus pada persentase serapan, melainkan pada hasil dan manfaat nyata bagi masyarakat.
“Perlu percepatan dan penguatan manajemen pelaksanaan program, terutama pada SKPD teknis dan infrastruktur. Evaluasi ini harus menjadi dasar perbaikan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan APBD tahun berikutnya agar belanja daerah semakin efektif, efisien, dan berdampak,” pungkasnya.
(F Kamil)


