GARUT,FOKUSJabar.id: Menjelang akhir tahun 2025, sektor kesehatan Kabupaten Garut menorehkan capaian membanggakan. Salah satu prestasi paling menonjol adalah keberhasilan menurunkan prevalensi stunting secara signifikan, dari 24,1 persen menjadi 14,2 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, dr. Leli Yuliani, menegaskan bahwa penurunan tajam tersebut merupakan hasil kerja kolektif berbagai pihak, khususnya Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di seluruh tingkatan pemerintahan dan layanan kesehatan.
Baca Juga: Urat Nadi Ekonomi jadi Prioritas, Pemkab Garut Segera Bedah Infrastruktur Jalan
“Capaian ini tidak berdiri sendiri. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama dalam upaya percepatan penurunan stunting di Garut,” ujar dr. Leli.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Garut, Yayan Waryana, mengungkapkan bahwa Garut sempat berada pada kondisi paling mengkhawatirkan. Pada 2021, angka stunting bahkan mencapai 35,2 persen, tertinggi di Jawa Barat.
Namun melalui perpaduan intervensi spesifik dan sensitif, lahirlah inovasi Temukan, Obati, dan Sayangi Balita Stunting (TOSS) yang menjadi titik balik penanganan stunting di daerah tersebut.
“Alhamdulillah, dengan inovasi TOSS dan keterlibatan berbagai pihak, kami bisa melakukan intervensi langsung kepada sasaran,” kata Yayan saat mengisi talkshow di salah satu stasiun radio.
Upaya ini membuahkan hasil. Pada 2022, angka stunting berhasil ditekan menjadi 23,6 persen. Penurunan tersebut didukung oleh pendataan balita secara detail melalui sistem by name by address, sehingga intervensi dapat dilakukan tepat sasaran.
“Kami sudah tahu siapa yang harus ditangani dan di mana lokasinya. Dari situlah kami temukan, obati, dan dampingi balita stunting hingga angkanya terus menurun,” jelasnya.
Tiga Inovasi Kunci Penurunan Stunting

dr. Leli menjelaskan, strategi penurunan stunting di Garut dijalankan secara menyeluruh dari hulu hingga hilir, mulai dari remaja putri, ibu hamil, hingga balita. Tiga inovasi utama menjadi penggerak di tingkat Puskesmas dan Posyandu, yakni:
- Rissa (Remaja Putri Sehat Bebas Anemia), berfokus pada pencegahan anemia sejak usia remaja.
- Melani (Memastikan Semua Ibu Hamil Terlayani Sesuai Standar), untuk menjamin kualitas pelayanan kesehatan ibu selama kehamilan.
- TOSS (Temukan, Obati, Sayangi Balita Stunting), sebagai langkah penanganan dan pendampingan intensif balita stunting.
Seluruh program tersebut diperkuat dengan tata kelola Puskesmas dan Posyandu berbasis Integrasi Layanan Primer (ILP) yang menitikberatkan pada pendekatan preventif dan edukatif.
“Kami memastikan inovasi ini berjalan berkelanjutan dan terus diperkuat pada 2026,” ungkap dr. Leli kepada FokusJabar.id.
Menembus Tantangan Wilayah Garut Selatan
Kondisi geografis Garut Selatan yang menantang kerap menimbulkan kesenjangan layanan kesehatan. Untuk mengatasinya, Dinas Kesehatan Garut menerapkan strategi jemput bola dalam pemenuhan tenaga medis, baik dokter umum maupun spesialis.
Sejumlah langkah strategis telah dijalankan sepanjang 2025, di antaranya membuka formasi ASN dengan penempatan khusus di wilayah terpencil, menjalankan Program Dokter Desa bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan FK Unpad, serta menyediakan beasiswa kedokteran bagi mahasiswa yang berkomitmen mengabdi di Garut.
Selain itu, Dinkes juga merekrut tenaga kesehatan non-ASN untuk menutup kekurangan minimal tenaga di Puskesmas.
Fokus Penyakit Menular dan Kesehatan Jiwa
Di tengah keberhasilan menekan stunting, dr. Leli mengakui masih terdapat tantangan lain yang harus dihadapi, terutama penyakit menular seperti TBC dan DBD, serta isu kesehatan jiwa.
Strategi utama yang diterapkan adalah skrining secara masif. Untuk DBD, pengendalian vektor dilakukan melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), sementara fogging hanya digunakan sebagai langkah terakhir. Pada penanganan TBC, dilakukan investigasi kontak serumah secara ketat dan pemanfaatan layanan rontgen bergerak bagi kelompok berisiko.
Sementara dalam penanganan kesehatan jiwa, Dinkes tidak hanya melakukan skrining dan edukasi ke sekolah-sekolah, tetapi juga aktif mengevakuasi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ke rumah sakit jiwa.
“Kami berkomitmen memastikan tidak ada lagi kasus pemasungan di Kabupaten Garut,” tegasnya.
Menatap tahun 2026, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut bertekad terus memperkuat layanan kesehatan primer. Agar akses pelayanan medis yang berkualitas dapat seluruh masyarakat Garut rasakan tanpa terkecuali.
(Y.A. Supianto)


