BANDUNG,FOKUSJabar.id: Upaya pengelolaan sampah di Kota Bandung dinilai belum akan berjalan optimal tanpa dukungan hilirisasi yang kuat dan terintegrasi. Minimnya penyerapan hasil olahan, khususnya kompos, berpotensi memicu penumpukan meskipun proses pengolahan sampah telah dilakukan secara konsisten.
Direktur Utama CV Prosignal Karya Lestari, Aldi Ridwansyah, mengungkapkan bahwa sejak Juni hingga Desember 2025 pihaknya telah mengolah sekitar 3.000 ton sampah. Dari jumlah tersebut, sekitar 1.700 ton telah menjadi produk olahan, sementara 1.300 ton lainnya masih berupa tumpukan kompos yang belum terserap.
Baca Juga: Atalia Praratya Resmi Gugat Cerai Ridwan Kamil, Sidang Digelar Pekan Ini
“Kami sebagai pengolah sampah sangat berharap adanya kolaborasi dengan dinas terkait seperti DKPP, DPKP, dan DLH. Hilirisasi ini penting, karena output pengolahan tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan pemerintah,” ujar Aldi saat ditemui di Tempat Pengelolaan Sampah Gedebage, Kota Bandung, Senin (15/12/2025).
Menurutnya, kompos hasil olahan tersebut sebenarnya telah diuji coba oleh petani di sejumlah wilayah, seperti Palintang, Ciwidey, dan Ciamis. Namun, pemanfaatannya belum dilakukan secara berkelanjutan. Saat ini, penyerapan kompos rata-rata hanya sekitar tujuh ton per hari.
“Idealnya pengolahan itu satu banding satu. Kalau hari ini masuk 25 ton sampah, diproses 25 ton, maka yang keluar juga 25 ton. Dengan skema itu, penumpukan bisa dihindari,” jelasnya.
Aldi memaparkan, dari total 25 ton sampah yang diolah setiap hari, sekitar enam ton berupa kelapa yang langsung diproses di Cileunyi. Kemudian lima ton lainnya merupakan residu domestik, sementara sisanya diolah menjadi kompos. Produksi kompos sendiri berkisar 14 ton per hari, tergantung komposisi sampah yang masuk.
Kompos Tersedia Secara Gratis
Untuk mengatasi penumpukan, pihaknya membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat maupun petani yang ingin memanfaatkan kompos tersebut. Bahkan, kompos tersedia secara gratis untuk tahap uji coba.
“Kami persilakan siapa saja yang ingin mengambil. Untuk awal, kompos kami berikan gratis agar kualitasnya bisa dicoba langsung,” katanya.
Dari sisi mutu, Aldi memastikan kompos mengandung unsur hara utama yang tanaman butuhkan, seperti nitrogen, fosfat, dan kalium. Kandungannya pun dapat menyesuaikan dengan kebutuhan berbagai jenis tanaman.
“Untuk tanaman buah, kadar kalium bisa kita tingkatkan. Sayuran lebih membutuhkan nitrogen, sementara tanaman berbatang keras memerlukan fosfat. Semua bisa kita modifikasi,” jelasnya.
Meski relatif aman dan tidak mencemari lingkungan, penumpukan kompos tetap menjadi persoalan serius karena keterbatasan lahan. Saat ini, stok kompos yang belum terserap mencapai sekitar 1.300 ton.
“Kompos yang menumpuk memang tidak berbahaya seperti air lindi, bahkan semakin lama justru makin subur. Tapi karena lahan terbatas, harus segera mendorong hilirisasi,” ungkapnya.
Aldi berharap, Pemerintah Kota Bandung dapat berperan aktif mempercepat penyerapan kompos, baik untuk perawatan taman kota, sektor pertanian, hingga rehabilitasi lahan bekas tambang.
“Kami siap berkolaborasi dengan pemerintah kota maupun provinsi. Yang terpenting, ada kepastian hilirisasi agar hasil pengolahan sampah bisa terserap secara optimal,” pungkasnya.
(Yusuf Mugni)


