SUMEDANG, FOKUSJabar.id: Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (KDM) fokus melakukan penanganan banjir serta longsor secara struktural dan masif di kawasan Bandung Raya.
Langkah strategis tersebut meliputi evaluasi total tata ruang, moratorium izin perumahan di kawasan hijau hingga relokasi warga yang bermukim di bantaran sungai.
BACA JUGA:
Sekda Jabar Pimpin Kwarda Pramuka Jabar 2025-2030
Komitmen tersebut Dedi Mulyadi sampaikan setelah Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Banjir Bandung Raya di Loka Wirasaba, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor Kabupaten Sumedang, Selasa (9/12/2025) kemarin.
Rakor tersebut dihadiri Kepala Daerah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Sumedang dan Garut.
KDM menyoroti urgensi pemulihan kawasan resapan air. Mengingat wilayah Bandung Raya berada di jalur Sesar Lembang serta memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana hidrometeorologi.
“Ruang terbuka hijau harus dipertahankan. Izin-izin perumahan yang sedang diproses maupun yang sudah terbit akan kami tunda untuk dievaluasi tata ruangnya. Kita harus pastikan pembangunan tidak menimbulkan risiko tinggi bagi lingkungan di masa depan,” ungkap Gubernur Jabar.
Menurutnya, upaya normalisasi sungai dan infrastruktur pengendali banjir tidak akan efektif jika alih fungsi lahan di kawasan hulu terus terjadi secara masif.
BACA JUGA:
Pemprov Jabar Perkuat Pengelolaan dan Pengamanan Aset Daerah
Selain penataan perumahan, Pemprov Jabar juga akan mereformasi model pertanian di kawasan berlereng curam yang selama ini memicu longsor. Khususnya di wilayah dataran tinggi seperti Kabupaten Bandung, KBB, Garut, Cianjur dan Bogor.
Gubernur menegaskan, lahan sayuran di kemiringan ekstrem akan dikembalikan fungsinya menjadi vegetasi keras/tegakan. Sebagai solusi ekonomi, para penggarap lahan akan direkrut menjadi tenaga pemerintah.
“Kita evaluasi perkebunan sayur di lahan miring. Agar petani tidak rugi, mereka akan kita rekrut sebagai tenaga pemerintah. Tugasnya menanam dan merawat tanaman vegetasi penguat tanah. Seperti teh, kopi, jengkol hingga kina,” jelasnya.
Terkait penanganan banjir luapan sungai Citarum dan anak sungainya, Gubernur memastikan skema relokasi bagi warga yang tinggal di sempadan sungai. Khususnya di titik rawan seperti Bojongsoang dan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung.
BACA JUGA:
45 Warga Jabar Terdampak Bencana Sumatera Segera Dipulangkan
Menurut KDM, kebijakan tersebut berlaku menyeluruh di Provinsi Jawa Barat.
“Warga di bantaran sungai direlokasi, sungai nya diperlebar dan kapasitas tampungnya maksimal. Ini sudah disepakati bersama Pemkab Bandung,” kata KDM.
Bagi pengembang perumahan, wajib menydiakan infrastruktur penampung air (danau retensi kecil atau sumur resapan) dalam setiap proyek pembangunan.
“Harus ada persyaratan sumur atau danau kecil untuk menampung air,” ungkap Gubernur Jabar.
Pemprov Jabar menjamin ketersediaan anggaran untuk penanganan bencana dan pemulihan lingkungan. KDM menyebut, angka Rp200-300 milyar siap dialokasikan.
“Pokoknya kita tidak terbatas kalau untuk penyelesaian lingkungan. Kalau Rp200–300 miliyar kita siapin. Kita bisa geser dari alokasi lain,” katanya.
BACA JUGA:
Gubernur Jabar Imbau Siswa Belajar di Alam Terbuka
Evaluasi tata ruang menyeluruh dijadwalkan mulai Januari 2026. Sebagai langkah awal, akan menggelar pertemuan dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada 18 Desember mendatang di Gedung Sate.
“Seluruh Bupati dan Wali Kota wajib hadir. Kalau tidak mau hadir, silakan kalau mau jadi ‘Bupati Bencana’,” tegas KDM.
Pemprov Jabar juga akan mengusulkan penetapan batas sempadan sungai kepada Menteri Pekerjaan Umum (PU).
Nantinya, sertifikat hak milik yang terlanjur terbit di badan sungai akan dicabut oleh Kementerian ATR/BPN demi keselamatan publik.
“Tanah dikuasai siapapun bukan isu utamanya. Tapi fungsi ekologisnya yang harus kembali menjadi hutan atau resapan. Mitigasi kita lakukan tiap hari, provinsi harus lebih jeli melihat kondisi lapangan,” pungkasnya.
(Bambang Fouristian)


