GARUT, FOKUSJabar.id: Ketua DPRD Garut, Aris Munandar mengatakan, pernikahan dini (perkawinan anak) merupakan isu serius yang menghambat pembangunan.
Untuk itu, pihaknya menyatakan dukungan terhadap pengawasan ketat pada proses administrasi.
BACA JUGA:
Kolaborasi Lintas Sektor Ikhtiar Garut Putus Rantai Pernikahan Bawah Umur
Aris menekankan pentingnya peran desa dan KUA dalam melakukan verifikasi data sebelum perkara sampai ke pengadilan. Hal itu untuk menekan angka pernikahan di bawah umur.

“Kami selalu mengingatkan bahwa batas minimal pernikahan itu 19 tahun. Kami menekankan kepada Pemerintah Desa (Pemdes) dan KUA agar melakukan verifikasi data dengan benar dan jujur sebelum proses pernikahan dilanjutkan,” kata Aris kepada FOKUSJabar.
Wakil Ketua DPRD Garut, Dila Nurul Fadilah menambahkan, dukungan legislatif mencakup penguatan melalui Peraturan Daerah (Perda) dan alokasi APBD.
Politisi Partai Gerindra ini berkomitmen menjalankan fungsi pengawasan melalui monitoring berjenjang dari tingkat desa hingga kabupaten.
“Kami mendukung penuh program Stop Kabur yang digagas Dinas P2KBPPPA. Fokus kami adalah pemberdayaan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan serta edukasi di setiap sekolah mengenai bahaya pernikahan dini guna menekan angka kematian ibu dan bayi,” ungkap Dila.

Data Dispensasi Kawin, Tren dan Ketegasan Hakim
Berdasarkan data resmi Pengadilan Agama (PA) Garut, permohonan dispensasi kawin menunjukkan angka yang fluktuatif, namun tetap signifikan dalam tiga tahun terakhir.
Tahun 2023 tercatat 438 perkara masuk dan 411 dikabulkan. Tahun 2024 391 perkara masuk, 368 dikabulkan) dan tahun 2025 sebanyak 283 perkara masuk, 252 dikabulkan. Total terdapat 1.112 perkara masuk.
BACA JUGA:
Bupati Garut Tegaskan Pengetatan Disiplin ASN Lewat Absensi Digital
Data tersebut setelah PA Garut melakukan seleksi ketat melalui pencabutan perkara (total 57 perkara dicabut) dan penolakan jika tidak memenuhi syarat urgensi.
Selain itu, terdapat data Isbat Nikah dengan total 1.130 perkara dalam periode yang sama.
Isbat Nikah mencerminkan upaya legalitas pernikahan di masyarakat.
Ketua Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Garut, Ayip mendukung semangat Stop Kabur dengan tidak memudahkan pemberian dispensasi kawin.
Sesuai UU No16 Tahun 2019, batas usia minimal adalah 19 tahun.
“Jika belum cukup usia, harus ada penolakan dari KUA dulu baru ke PA. Hakim akan memeriksa dengan detail. Mulai dari kesiapan lahir batin, kemampuan ekonomi hingga edukasi kehamilan,” tegasnya.
Dia menambahkan, hakim memiliki kewenangan penuh untuk menolak permohonan jika dianggap tidak memenuhi syarat urgensi.
BACA JUGA:
Tingginya Pernikahan di Bawah Umur, Jadi Sorotan Bupati Garut
“Kami juga memberikan nasihat kepada orang tua calon mempelai agar mereka ikut bertanggung jawab atas kualitas rumah tangga anaknya,” kata Ayip.

Melalui program Stop Kabur, pengawasan ketat dari DPRD, edukasi kesehatan yang dilakukan organisasi perempuan seperti ‘Aisyiyah, serta seleksi yudisial di PA, Kabupaten Garut kini bergerak dalam satu barisan untuk menyelamatkan generasi muda dari risiko pernikahan di bawah umur.
(Y.A. Supianto)


