TASIKMALAYAFOKUSJabar.id : Mega proyek peningkatan dan rehabilitasi Jaringan Irigasi Utama Cikalang 2 di Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya, yang menelan anggaran fantastis senilai Rp5,6 Miliar, mendapatkan aksi protes keras masyarakat setempat.
Proyek Inpres Tahap III di bawah kendali Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy dan pelaksana konstruksi PT Hutama Karya (HK) ini di tuding berjalan serampangan, minim sosialisasi, dan ironisnya, malah menimbulkan kerugian besar bagi warga yang seharusnya di untungkan.
Kemarahan warga memuncak pada Selasa, (2/12/2025), dalam pertemuan panas di Aula Kantor Kecamatan Cibeureum. Aliansi Masyarakat Cibeureum melayangkan protes keras, menyoroti buruknya komunikasi dan pelaksanaan di lapangan.
Baca Juga: Kontes Sapi Tasikmalaya 2025, Bukan Sekadar Adu Bobot, Tapi Edukasi dan Pemicu PAD
Jangan Merugikan
Meskipun mendukung penuh proyek normalisasi Irigasi Cikalang 2 yang vital bagi warga Margabakti, Awipari, dan Setianaga, Ketua Aliansi Masyarakat Cibeureum, Heri, menegaskan bahwa dukungan itu tidak berarti proyek boleh merugikan.
”Kami sangat mendukung, tapi pengerjaan proyek jangan malah merugikan,” tegas Heri.
Sorotan utama protes ini adalah tindakan “bar-bar” di lapangan. Di mana warga mengeluhkan aset mereka di rusak tanpa pemberitahuan atau izin. Contoh paling di sorot adalah hilangnya 5 pohon kelapa milik Hj. Enur yang tiba-tiba di tebang tanpa kejelasan.

Penggunaan alat berat di sebut melampaui batas sempadan irigasi (3 meter), bahkan hingga 4 sampai 5 meter, menyerobot lahan pertanian warga, termasuk pengurugan sawah tanpa permisi.
Heri menjelaskan proyek berjalan tanpa pemberitahuan tertulis resmi kepada masyarakat terdampak, bahkan pihak Kelurahan dan Muspika setempat. Tidak adanya papan informasi proyek, peta lokasi, dan detail anggaran di lapangan di nilai sebagai bentuk ketidaktransparan.
Kejanggalan Teknis
Aliansi Masyarakat Cibeureum juga mempertanyakan kejanggalan teknis yang mengancam kualitas proyek. Proyek dengan anggaran Rp5,6 Miliar ini hanya memiliki waktu pelaksanaan 59 hari. Padahal, pekerjaan sudah berjalan hingga Desember dengan perkiraan progres belum mencapai 20%.
“59 hari itu bukan waktu yang panjang. Kami rasa ini tidak akan selesai. Ini seperti kontrak yang di paksakan agar anggaran terserap, padahal yang kami butuhkan adalah kualitas pekerjaan yang bisa di pertanggungjawabkan,” ungkap Heri.
Baca Juga: Tarung Derajat Satlat Dokar Tasikmalaya Cetak Prestasi Petarung
Heri menyebutkan pihak BBWS mengakui bahwa konsultan pengawas masih dalam proses, meskipun pekerjaan fisik sudah di mulai. Ini menunjukkan adanya prosedur yang tidak lazim dan pengawasan yang longgar di awal.
Tindak Lanjut Cepat
Menanggapi tekanan publik, perwakilan BBWS Citanduy, Bagus Wirautomo, menyatakan komitmen untuk menyelesaikan semua persoalan kerugian warga.
Pihaknya akan berkoordinasi dengan PU Kota Tasikmalaya untuk turun ke lapangan, melakukan inventarisasi, dan menentukan siapa saja warga yang terdampak.
”Kami juga akan segera memperbaiki papan informasi dan meningkatkan komunikasi dengan masyarakat,” katanya.
Begitu juga dengan Pihak PT Hutama Karya mengaku akan berkomitmen untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan semua kerugian yang di alami masyarakat secepatnya.
Masyarakat memberikan batas waktu tegas, yakni 3 hari untuk tindak lanjut penyelesaian kerugian. Jika komitmen ini gagal, Aliansi Masyarakat Cibeureum mengancam akan membawa persoalan ini ke jalur hukum, termasuk melakukan investigasi independen untuk memastikan kualitas pekerjaan dan maksimalisasi penggunaan anggaran.
(Abdul)


