TASIKMLAYAFOKUSJabar.id : Sebuah gebrakan transformatif baru saja terjadi di jantung Kabupaten Tasikmalaya. Pondok Pesantren (Ponpes) Cipasung, yang selama ini di kenal sebagai benteng pendidikan agama. Kini resmi menyandang predikat percontohan “Kampung Pangan” dari Badan Gizi Nasional (BGN).
Pengukuhan ini di lakukan oleh Wakil Kepala BGN, Irjen Pol Sony Sonjaya, S.I.K., pada Kamis, 27 November 2025 lalu. Bertepatan dengan agenda Mauidhoh Khasanah mengenang 100 Hari Almaghfurlah KH Koko Komarudin Ruhiat, menyongsong 100 Tahun Pondok Pesanan Cipasung.
Peresmian ini bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah manuver strategis yang di rancang untuk menjadi solusi langsung. Terhadap tantangan logistik program unggulan pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program MBG, yang di luncurkan Presiden Prabowo Subianto pada Februari 2025, telah meledak. Dengan 16.000 Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang melayani 44 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Dan skala kebutuhan pasokan pangan menjadi masif.
Irjen Pol Sony Sonjaya mengungkapkan adanya ancaman nyata di lapangan: terganggunya hukum permintaan dan penawaran.
”Wortel, kacang panjang, buncis, itu harganya sudah tinggi. Ini akan berbahaya apabila kita tidak menyiapkan pasokan sendiri di lingkungan pesantren,” tegas Sony.
Lonjakan permintaan dari dapur SPPG di khawatirkan akan menguras stok pasar tradisional dan memicu inflasi harga pangan. Dengan menjadikan pesantren sebagai produsen mandiri. Cipasung di harapkan mampu memutus rantai ketergantungan pada pasar umum, sehingga membantu menjaga stabilitas harga.
Memaksimalkan Lahan “Tidur” dan Inovasi Tani
BGN menawarkan solusi yang sangat praktis dan berbasis pada pemanfaatan ruang. Pesan utamanya: tidak boleh ada lahan di lingkungan pesantren yang “tidur” atau mubazir.
Pemanfaatan Lahan Kosong. Area sekitar asrama di manfaatkan untuk menanam sayuran cepat panen. Antara lain kangkung darat dan pakcoy, yang sangat di butuhkan oleh dapur SPPG.
Efisiensi dengan Hidroponik antara lain penerapan sistem hidroponik di depan asrama. Dan mengoptimalkan lahan yang terbatas, menjamin pasokan sayuran segar secara berkelanjutan.
Langkah ini jauh melampaui sekadar menanam sayuran. Sony Sonjaya menekankan integrasi program ini dengan konsep Santripreneur.
”Santri hafal Al-Qur’an itu luar biasa. Tetapi apabila di tambah bisa memproduksi kebutuhan sehari-hari, itu jauh lebih luar biasa,” motivasinya.
Baca Juga: Tegas, Wakil BGN Irjen Pol Sony Sonjaya Wajibkan IPAL di Dapur SPPG
Dengan potensi penambahan 2 hingga 3 unit dapur SPPG di Cipasung. Santri di dorong menjadi pemasok utama bahan pangan, menciptakan ekosistem ekonomi mandiri di dalam pesantren. Ini adalah visi mencetak ulama yang saleh sekaligus produktif dan wirausahawan.
Virus Positif Bagi Warga Sekitar
Kehadiran “Kampung Pangan” Cipasung ternyata membawa “virus positif” yang menyebar ke masyarakat sekitar lingkungan Pesantren Cipasung Tasikmalaya.
Khodumul Majlis Majelis Dzikir dan Sholawat Pesantren Cipasung. H. Deni Sagara menyebutkan bahwa dampak nyata, antara lain. Peternakan Rakyat, warga di wilayah Cihaur mulai membangun kandang ayam petelur di atas kolam ikan (silvofishery yang di adaptasi).
Hidroponik Mandiri antara lain semakin banyak warga yang mulai mengelola tanaman hidroponik di rumah mereka.
Pasokan Buah Skala Besar. Bahkan, salah satu Kiai Jatman Tasikmalaya menyiapkan 25 hektare lahan di Sodong. Khusus untuk tanaman pisang guna menyuplai kebutuhan buah MBG.
”Program MBG bukan hanya untuk santri, tetapi juga masyarakat. Ini jadi berkah untuk semuanya,” tutupnya.
Dengan peresmian ini. Ponpes Cipasung, kini menjadi simbol baru sebagai pusat pendidikan agama. Yang juga merupakan garda terdepan dalam menyukseskan ketahanan pangan nasional melalui kemandirian umat.
(Abdul)


