BANDUNG, FOKUSJabar.id: Pemprov Jabar menegaskan, data Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dirilis Satudata Kementerian Ketenagakerjaan perlu dilihat secara utuh.
Demikian dikatakan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, I Gusti Agung Kim Fajar Wiyati Oka. Menurutnya, angka 15.657 kasus PHK di Jabar sepanjang Januari–Oktober 2025 merupakan angka laporan yang masuk ke Disnaker provinsi maupun kabupaten/kota.
BACA JUGA:
Hadapi Bencana, Pemprov Jabar Siapkan Rumah Sakit Terapung
Artinya, bukan gambaran keseluruhan kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat.
“Data Satudata Kemenaker itu bersumber dari laporan perselisihan hubungan industrial dan laporan perusahaan yang melakukan PHK atau penutupan usaha. Jadi angkanya hanya yang dilaporkan, bukan keseluruhan kondisi,” kata Kim, Selasa (25/11/2025).
Dia menegaskan, sebagian besar laporan PHK yang diterima Pemda terjadi karena berakhirnya kontrak kerja atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Menurut Kim, tidak sedikit pekerja yang mengalami penghentian hubungan kerja akibat kontrak habis. Kemudian kembali diperpanjang atau direkrut ulang oleh perusahaan. Sehingga data yang muncul tidak selalu mencerminkan hilangnya pekerjaan secara permanen.
“Berdasarkan BPJS Ketenagakerjaan, presentasi terbesar PHK akibat PKWT. Setelah habis kontrak banyak yang dilakukan perpanjangan kontrak,” ungkapnya.
Terkait tingginya laporan PHK di sektor tekstil dan industri padat karya karena sejumlah faktor eksternal yang masih memberikan tekanan.
BACA JUGA:
Optimalkan Sumur Migas Idle, Pemprov Jabar Gandeng Investor Internasional
“PHK di industri tekstil terjadi akibat sejumlah faktor. Antara lain, maraknya impor pakaian bekas ilegal, lambatnya regenerasi mesin dan teknologi yang membuat industri kurang produktif serta kalah bersaing dengan produk luar negeri. Selain itu, adanya kesulitan pasokan bahan baku,” imbuhnya.
Di sektor manufaktur, kondisi global yang melemah dan penurunan konsumsi masyarakat juga memberi dampak signifikan.
Selain itu, industri mulai melakukan transformasi teknologi melalui otomatisasi dan penerapan kecerdasan buatan. Dengan begitu, secara alami mengubah kebutuhan tenaga kerja.
“Untuk industri padat karya, PHK, relokasi dan penutupan usaha terjadi akibat sejumlah faktor. Termasuk melemahnya perekonomian global yang menurunkan tingkat konsumsi, pergeseran proses kerja dari tenaga manusia ke teknologi otomatisasi (mesin, robot dan AI),” katanya.
Kim mengatakan, perbedaan struktur upah minimum antardaerah turut memengaruhi keputusan relokasi perusahaan ke wilayah dengan biaya operasional yang lebih kompetitif.
Kondisi tersebut merupakan dinamika yang juga terjadi di beberapa provinsi industri lainnya.
“Adanya disparitas upah minimum antardaerah yang mendorong perusahaan berpindah ke wilayah dengan struktur upah yang lebih kompetitif,” ucap Kim.
Dalam menghadapi perkembangan tersebut, Pemprov Jabar terus melakukan berbagai upaya untuk menekan potensi PHK.
Pemprov Jabar memberikan kemudahan bagi dunia usaha melalui pemberian stimulan. Kemudahan proses perizinan serta percepatan pembangunan infrastruktur pendukung industri.
BACA JUGA:
Solusi Atasi ‘Lautan’ Pencari Kerja, Pemprov Jabar Siapkan Aplikasi NyariGawe
“Upaya peningkatan kualitas tenaga kerja juga terus dilakukan melalui pelatihan dan bimbingan teknis agar calon tenaga kerja memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri,” katanya.
Kim menekankan pentingnya penguatan dialog sosial melalui LKS Bipartit dan Tripartit sebagai sarana penyelesaian persoalan ketenagakerjaan.
Dia menyebut, forum dialog antara pemerintah, pekerja dan pengusaha sangat efektif untuk mendorong penyelesaian masalah tanpa harus menempuh PHK.
“Pemprov Jabar juga menguatkan dialog sosial melalui LKS Bipartit dan Tripartit untuk menyelesaikan persoalan hubungan industrial secara konstruktif dan mencegah PHK menjadi pilihan pertama,” tuturnya.
BACA JUGA:
Pemprov Jabar dan Susi Air Jajaki Kerjasama, Bangun Bandara Perintis
Dalam kondisi perusahaan yang memang tidak dapat mempertahankan pekerjanya, dialog sosial tetap menjadi mekanisme penting untuk memastikan pemenuhan hak pekerja secara adil.
Mengimbangi meningkatnya investasi di sektor kendaraan listrik dan industri berbasis teknologi, Pemprov Jabar terus memperkuat kesiapan tenaga kerja lokal.
Penyesuaian kurikulum vokasi dilakukan agar selaras dengan kebutuhan industri. Sementara berbagai pelatihan kompetensi ditingkatkan agar lulusan vokasi di Jawa Barat lebih siap terserap di sektor padat teknologi.
BACA JUGA:
105 Rumah Tidak Layak Huni di Ciamis Dapat Bantuan Pemprov Jabar
“Pemprov Jabar melakukan penyesuaian kurikulum pendidikan agar selaras (link and match) dengan kebutuhan dunia kerja serta memperkuat pelatihan vokasi bagi lulusan sekolah agar memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri,” imbuhnya.
Kim menegaskan, Pemprov Jawa Barat berkomitmen menjaga kondusivitas iklim usaha dan memperkuat ketenagakerjaan di tengah dinamika ekonomi global.
(Bambang Fouristian)


