spot_img
Jumat 7 November 2025
spot_img

Menjelang Pemberlakuan KUHP Nasional, APH Kabupaten Tasikmalaya Dituntut Selaraskan Pemahaman

TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tinggal menghitung hari. Mulai 2 Januari 2026, Indonesia akan resmi menerapkan hukum pidana baru yang diklaim membawa paradigma keadilan modern dan berorientasi kemanusiaan.

Bagi aparat penegak hukum (APH) di daerah, termasuk di Kabupaten Tasikmalaya, masa transisi ini menjadi momen penting untuk menyamakan persepsi dan pemahaman terhadap ribuan pasal baru dalam KUHP Nasional yang menggantikan KUHP warisan kolonial Belanda.

Salah satu perubahan fundamental dalam KUHP baru adalah perluasan konsep keadilan restoratif, yakni penyelesaian perkara yang lebih menitikberatkan pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Pendekatan ini memberikan alternatif sanksi selain pidana penjara, seperti pidana kerja sosial dan pengawasan bagi tindak pidana ringan.

BACA JUGA: Jawa Barat Pionir Hukuman Sosial, Bupati Cecep Nurul Yakin Kompak dengan Kajati Dorong Penegakan Hukum Humanis

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tasikmalaya, Bobbi Muhamad Ali Akbar, menegaskan pentingnya penyelarasan pemahaman di kalangan penegak hukum, khususnya jaksa sebagai pengendali perkara.

“Untuk jaksa, harus betul-betul memahami unsur-unsur pasal dalam KUHP yang baru. Paradigmanya berubah, banyak pasal yang memuat-makna dan tafsir baru,” ujar Bobbi, Kamis (5/11/2025).

Bobbi menjelaskan, dalam KUHP Nasional juga diperkenalkan pidana kerja sosial yang tidak dikenal dalam sistem lama. Hukuman ini diperuntukkan bagi pelaku tindak pidana dengan ancaman di bawah lima tahun penjara dan tidak menimbulkan korban serius.

“Kami harus memastikan sanksi kerja sosial ini diterapkan sesuai kemampuan dan kondisi terpidana, apakah di bengkel, panti asuhan, atau tempat sosial lainnya,” jelas Bobbi.

Ia menambahkan, dalam konteks penerapan pidana kerja sosial, Kejari Kabupaten Tasikmalaya berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah kaitannya dalam penyediaan fasilitas dan infrastruktur pendukung.

“Itu sebabnya penting dilakukan penandatanganan MoU dengan pemerintah daerah. Kolaborasi ini diperlukan agar ada kesiapan tempat dan sistem yang mendukung pelaksanaan pidana alternatif tersebut,” kata Bobbi.

Meski demikian, pihaknya masih menunggu petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) sebagai acuan resmi dalam penegakan hukum di lapangan.

“Kami masih menunggu juklak dan juknis penerapan KUHP Nasional ini dari Kejaksaan Agung,” imbuh Bobbi.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Ridwan Budiarta, menyoroti satu kendala besar yang masih membayangi penerapan KUHP baru, yakni belum rampungnya Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

“Kendala utama kami adalah RUU KUHAP belum disahkan. Padahal, KUHAP ini menjadi penyelaras teknis pelaksanaan KUHP Nasional,” ungkap Ridwan.

Ia berharap, pembahasan RUU KUHAP bisa segera dirampungkan agar para penyidik tidak mengalami kebingungan saat menangani perkara berdasarkan aturan baru.

BACA JUGA: Kasus Pupuk Bersubsidi Melebar, Kejari Kabupaten Tasikmalaya Isyaratkan Tersangka Baru

“Kami berharap RUU KUHAP segera disahkan, supaya semua APH, termasuk penyidik, tidak gamang dalam proses penegakan hukum nantinya,” ujarnya.

Dengan waktu yang kian mendekat, sambung Ridwan, tentunya seluruh aparat penegak hukum diharapkan memperkuat koordinasi, memperdalam pemahaman substansi pasal, serta menyiapkan sarana dan mekanisme pelaksanaan agar transisi menuju sistem hukum nasional berjalan lancar dan berkeadilan.

(Farhan)

spot_img

Berita Terbaru