spot_img
Senin 27 Oktober 2025
spot_img

Emas Salopa Kabupaten Tasikmalaya, Dari Tambang Ilegal Menuju Keadilan Sosial

TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Belum lama ini, di lereng perbukitan Kecamatan Salopa, Kabupaten Tasikmalaya, sejumlah warga setiap hari menggali tanah dan bebatuan demi menafkahi keluarga. Aktivitas sederhana tanpa alat berat itu selama ini dianggap ilegal, karena belum memiliki izin resmi dari pemerintah.

Namun di balik status “tambang tanpa izin”, tersimpan dilema sosial-ekonomi yang kompleks. Hukum menuntut penertiban, sementara rakyat menggantungkan hidup dari emas yang mereka gali.

Menurut data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, terdapat sekitar 32 titik tambang aktif di Desa Mandalahayu dan sekitarnya. Meski tanpa izin, sekitar 80 persen warga menggantungkan hidupnya dari aktivitas tersebut.

Pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, aparat kepolisian, dan Dinas ESDM telah melakukan sosialisasi agar kegiatan pertambangan dihentikan. Namun penghentian total tanpa solusi alternatif berpotensi menimbulkan gejolak sosial dan ekonomi.

Demikian hal itu dikemukakan salah seorang pemerhati kebijakan publik sektor pertambangan, Atep Dadi Sumardi, kepada FOKUSJabar.id, Senin (27/10/2025).

BACA JUGA: 

Baru Satu yang Lolos, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Cari Sosok Tepat Pimpin BUMD

Ia menilai penegakan hukum semestinya dibarengi dengan pendekatan keadilan sosial.

“Mereka yang menambang bukan korporasi serakah, tetapi rakyat kecil yang berjuang untuk hidup. Negara harus hadir untuk membimbing, bukan hanya menindak,” ujar Atep.

Ia mengusulkan agar tambang rakyat Salopa ditata menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai amanat UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan PP Nomor 96 Tahun 2021. Melalui skema itu, masyarakat bisa menambang secara legal dengan izin resmi atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya bersama Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat diminta segera memetakan lokasi tambang aktif dan mengusulkan wilayah tersebut sebagai WPR kepada pemerintah pusat. Setelah ditetapkan, kelompok penambang bisa membentuk koperasi rakyat untuk mengurus izin kolektif.

Atep mengusulkan PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk sebagai mitra pembinaan tambang rakyat. BUMN ini dinilai memiliki kapasitas teknis, finansial, dan tanggung jawab sosial untuk membantu penataan tambang rakyat Salopa, Kabupaten Tasikmalaya.

Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), ANTAM dapat memberikan pelatihan teknik pertambangan aman, edukasi keselamatan kerja (K3), reklamasi sederhana, serta menjadi pembeli resmi (offtaker) hasil tambang rakyat agar rantai pasok emas tidak lagi dikuasai penadah ilegal.

Kemitraan ini akan diformalkan melalui nota kesepahaman antara Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, Dinas ESDM Jabar, Koperasi Penambang Rakyat Salopa, dan PT ANTAM. Dengan demikian, tambang rakyat Salopa dapat bertransformasi menjadi tambang rakyat binaan BUMN, yang legal, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Atep menguraikan pentingnya pembentukan Tim Terpadu Penataan Tambang Rakyat Salopa yang melibatkan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya (Bappeda, DLH, Dinas Koperasi, ESDM, dan aparat kecamatan).

Kemudian, Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, Polres Tasikmalaya, akademisi, LSM, dan tokoh masyarakat.
Tim ini terang Atep, bertugas menyusun peta WPR, menyiapkan IPR kolektif, serta melakukan pengawasan dan pembinaan berkelanjutan.

Selain itu, pendekatan ekonomi alternatif juga menjadi bagian penting strategi, seperti pengembangan UMKM berbasis mineral, kerajinan logam, pertanian produktif, dan ekowisata bekas tambang. Tujuannya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada aktivitas tambang semata.

BACA JUGA: Subur Bangga Jumaroh Bisa Sekolah di Program Presiden

Jika sinergi ini berjalan, Salopa Kabupaten Tasikmalaya berpotensi menjadi model nasional transformasi tambang ilegal menjadi tambang legal dan berkeadilan.
Langkah tersebut bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat kecil.

“Hukum yang adil bukanlah yang keras, melainkan yang memahami konteks sosial masyarakatnya. Tambang rakyat bisa menjadi sumber harapan, bukan pelanggaran,” tegas Atep.

(Farhan)

spot_img

Berita Terbaru