BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pemkot Bandung mencatat masih terdapat kawasan kumuh seluas 285 hektare yang membutuhkan penanganan serius di berbagai sektor. Mulai dari sanitasi, drainase hingga infrastruktur dasar permukiman.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Bandung, Luthfi Firdaus mengatakan, permasalahan kawasan kumuh tidak hanya disebabkan oleh keberadaan rumah tidak laik huni.
BACA JUGA:
PRSSNI Jabar dan Stikom Bandung Teken MoU Kembangkan Kompetensi Mahasiwa
Menurut Dia, buruknya sistem sanitasi dan pengelolaan limbah domestik menjadi faktor utama yang memperparah kondisi tersebut.
“Untuk pembuangan air kotor, termasuk septic tank komunal dan individual. Kita biasanya mengalokasikan 10-17 unit per tahun. Tapi kalau dibandingkan dengan luas kawasan kumuh yang mencapai 285 hektare, itu memang belum signifikan,” kata Luthfi Firdaus, Rabu (22/10/2025).
Ia menjelaskan, pembangunan septic tank masih dilakukan secara bertahap. Saat ini, fokus utama diarahkan pada pembangunan sistem sanitasi individual di kawasan padat penduduk sebagai solusi jangka pendek untuk mengurangi pencemaran lingkungan.
Pemkot Bandung juga tengah mengusulkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat untuk anggaran 2026.
Dana tersebut direncanakan akan digunakan membangun sekitar 100 unit septic tank komunal untuk mempercepat penanganan sanitasi di wilayah kumuh.
“Program septic tank komunal sebagian besar bersumber dari pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR. Untuk Kota Bandung, alokasinya memang masih sedikit. Baru sekitar 17 unit sejauh ini,” ucapnya.
BACA JUGA:
Nilai Integritas Rendah, KPK Sebut Pemkot Bandung Masih Rawan Korupsi
Meski begitu, tantangan utama dalam pembangunan septic tank komunal adalah keterbatasan lahan di permukiman padat.
Lahan yang dibutuhkan minimal seluas sembilan meter persegi untuk melayani 15 hingga 25 keluarga.
“Kawasan kumuh itu biasanya gang-gang sempit. Jadi susah menggali lahan untuk septic tank komunal. Kita sudah sampaikan ke pak wali, kalau ada tanah kosong yang bisa dibeli pemkot bisa dipakai untuk lokasi septic tank,” ujarnya.
Sebagai solusi alternatif, pihaknya tetap memprioritaskan pembangunan septic tank individual di rumah-rumah warga agar limbah domestik tidak langsung dibuang ke sungai.
“Soal sanitasi air kotor, ujungnya pasti ke masalah kesehatan. Banyak penyakit menular yang muncul dari situ. Jadi ini bukan hanya urusan teknis, tapi juga kesehatan publik,” katanya.
Selain pembangunan septic tank, DPKP Kota Bandung juga melakukan intervensi lainnya seperti perbaikan sistem drainase, pengaspalan jalan lingkungan dan penanganan rumah tidak layak huni (rutilahu) yang rawan kebakaran.
Luthfi menegaskan, perbaikan sanitasi dan penataan kawasan kumuh memerlukan sinergi lintas sektor karena dampaknya yang luas terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
BACA JUGA:
Pemkot Bandung Pastikan Pemangkasan Dana TKD Tak Ganggu Layanan Dasar Masyarakat
“Ini jadi PR kita bersama. Hasil pemantauan lapangan terus kita catat dan sesuaikan dengan kemampuan anggaran. Yang penting, arah kebijakan kita jelas menurunkan luas kawasan kumuh dan memperbaiki kualitas hidup warga,” pungkasnya.
(Yusuf Mugni)