BANDUNG,FOKUSJabar.id: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai potensi praktik tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung masih tergolong tinggi.
Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2025 yang hanya mencatat skor 69, jauh di bawah ambang batas aman KPK yakni 78.
Baca Juga: Pemkot Bandung Pastikan Pemangkasan Dana TKD Tak Ganggu Layanan Dasar Masyarakat
Temuan itu disampaikan dalam kegiatan Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Melalui Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan antara KPK dan Pemkot Bandung di Hotel Aryaduta, Jalan Aceh, Kota Bandung, Selasa (21/10/2025).
“Kota Bandung masih masuk kategori rawan dengan nilai sekitar 69. Sementara kategori aman dimulai dari nilai 78. Artinya masih banyak potensi risiko korupsi, baik dalam pengelolaan anggaran, SDM, pengadaan barang dan jasa, maupun integritas ASN,” ungkap Irawati, Analis Tindak Pidana Korupsi Madya Kedeputian Koordinasi dan Supervisi KPK.
Kasus Korupsi Pejabat Jadi Catatan KPK
Irawati menyebut, rendahnya skor SPI tak lepas dari jejak kasus korupsi yang pernah melibatkan sejumlah pejabat tinggi di Pemkot Bandung, seperti mantan Wali Kota Dada Rosada, Yana Mulyana, serta mantan Sekda Edi Siswandi dan Ema Sumarna, termasuk beberapa kepala dinas.
“Yang terpenting sekarang adalah bagaimana implementasi perbaikan dilakukan. Kami memantau sejauh mana Pemkot Bandung menutup celah-celah potensi korupsi di berbagai sektor,” ujarnya.
KPK Soroti Tata Kelola dan Jual Beli Jabatan
Lebih lanjut, Irawati menjelaskan bahwa penilaian SPI bersumber dari tiga perspektif: penilaian internal OPD, masyarakat pengguna layanan, dan penilaian para ahli.
Selain SPI, KPK juga menggunakan instrumen Monitoring, Controlling, Surveillance for Prevention (MCSP) untuk menilai delapan area utama tata kelola pemerintahan, yakni:
- Perencanaan,
- Penganggaran,
- Pengadaan barang dan jasa,
- Manajemen ASN,
- Pelayanan publik,
- Pemanfaatan barang milik daerah,
- Optimalisasi pendapatan daerah, dan
- Penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
KPK juga menyoroti praktik jual beli jabatan yang masih berpotensi terjadi di awal masa jabatan kepala daerah. Dengan nilai SPI yang masih rendah, potensi tersebut dinilai rentan muncul di lingkungan Pemkot Bandung.
“Dalam konteks SPI, pengelolaan SDM juga dinilai. Jadi praktik jual beli jabatan termasuk di dalamnya,” jelas Irawati.
Ia juga menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mengungkapkan masih adanya praktik jual beli jabatan di daerah, yang berimbas pada kebocoran anggaran pembangunan.
“Ketika jabatan tidak diberikan kepada orang yang tepat, akhirnya keputusan hanya didasari kepentingan tertentu. Ini berpotensi merugikan keuangan daerah,” tambahnya.
Farhan Akui Perlu Perbaikan Integritas ASN
Menanggapi penilaian KPK, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengakui masih banyak ruang perbaikan dalam sistem tata kelola pemerintahan di Kota Bandung, terutama dalam hal integritas.
“Skor MCP kita sudah mencapai 90, tapi SPI masih di angka 69. Artinya, kita belum sepenuhnya sehat dalam tata kelola pemerintahan. Godaan penyimpangan selalu ada, namun tugas kita memastikan peluang itu tidak menjadi kenyataan,” kata Farhan.
Ia menegaskan, integritas harus menjadi budaya kerja di seluruh lini birokrasi.
“Integritas bukan sekadar slogan, tapi kebiasaan. Dengan integritas, tata kelola pemerintahan akan lebih kuat dan mendapat kepercayaan publik,” tegasnya.
(Yusuf Mugni)