spot_img
Selasa 14 Oktober 2025
spot_img

TPS3R Patrakomala Bandung Tunjukkan Efektivitas Insinerator Kurangi Sampah Bandung

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup yang memperketat penggunaan insinerator sebagai alat pemusnah sampah karena dinilai menimbulkan polusi, kini menjadi sorotan di berbagai daerah. Termasuk di Kota Bandung, yang mulai memperketat penggunaan dan mensyaratkan setiap mesin insinerator harus lolos uji sertifikasi.

Namun, kebijakan itu justru menuai tanggapan berbeda dari pengelola tempat pembuangan sementara (TPS), salah satunya TPS3R Patrakomala Bandung.

Baca Juga: Dana Transfer Dipangkas Rp600 M, Pemkot Bandung Efisiensi Anggaran

Ketua Swadaya Masyarakat Patrakomala, Ahmad Suhendra, menilai bahwa di tengah kondisi darurat sampah yang kini melanda Kota Bandung, penggunaan insinerator seharusnya mendapat dukungan lebih, bukan pembatasan.

“Saya rasa untuk saat ini justru bukannya diperketat, tapi malah harus ditambah. Tentu saja dengan pengawasan,” ujar Ahmad saat ditemui di TPS3R Patrakomala, Selasa (7/10/2025).

Ahmad menuturkan, pembatasan pembuangan sampah ke TPA Sarimukti akibat kondisi yang sudah overload, membuat situasi di lapangan semakin sulit. Padahal, Kota Bandung menghasilkan sekitar 1.600 ton sampah setiap hari, sementara yang bisa dikurangi hanya sekitar 160 ton per hari.

“Insinerator sangat efektif karena bisa bekerja selama 24 jam tanpa bahan bakar, sehingga efisien dan tidak membebani operasional,” jelasnya.

Insinerator Tidak Menimbulkan Polusi

Menurut Ahmad, efektivitas alat tersebut sudah terbukti di TPS3R Patrakomala. Sejak beroperasi pada November 2024, pihaknya telah memusnahkan lebih dari 1.600 ton sampah, atau sekitar 6 ton per hari.

Selain itu, insinerator juga dapat mengolah sampah residu dan organik kering, yang selama ini sulit ditangani.

“Ini sangat membantu, apalagi TPA Sarimukti sudah penuh. Jadi menurut saya, ini solusi yang sangat dibutuhkan saat ini,” tambah Ahmad.

Terkait tudingan bahwa penggunaan insinerator menimbulkan polusi, Ahmad dengan tegas membantah. Ia menilai tuduhan itu tidak berdasar.

“Itu tidak benar. Kami selalu menjaga agar proses pembakaran tidak mencemari lingkungan. Bahkan kami bekerja sama dengan DKM masjid dan warga sekitar, dan sejauh ini tidak pernah ada keluhan,” tegasnya.

Meski begitu, Ahmad tetap mendukung langkah pemerintah untuk memperketat pengawasan agar penggunaan insinerator tetap sesuai standar dan tidak menimbulkan dampak lingkungan.

“Kalau pengawasan diperketat, saya setuju. Karena kami sudah memiliki izin, uji emisi, dan sertifikasi SNI. Jadi seharusnya masyarakat tidak perlu khawatir,” ujarnya.

Selain mengelola insinerator, kelompoknya kini juga tengah melakukan penelitian pengolahan sampah makanan dan rumah tangga. Ahmad menyebut, pihaknya sedang mengembangkan komposter dengan kapasitas 1 ton per hari bekerja sama dengan kalangan akademisi.

“Kami berharap metode ini bisa segera diterapkan untuk mengolah sampah sisa makanan agar tidak menumpuk,” ucapnya.

Di akhir wawancara, Ahmad menekankan pentingnya peran masyarakat dalam memilah sampah sejak dari hulu. Ia mengingatkan bahwa tanggung jawab pengelolaan sampah bukan hanya di TPS, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008.

“Pengelolaan sampah bukan hanya tugas kami di TPS, tapi juga masyarakat, pelaku usaha, dan instansi. Kalau sejak awal dipilah, beban kami di lapangan akan jauh lebih ringan,” pungkasnya.

(Alpin)

spot_img

Berita Terbaru