spot_img
Sabtu 11 Oktober 2025
spot_img

Pemkot Bandung Rekrut 1.597 Pendamping RW untuk Atasi Krisis Sampah

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus memperkuat strategi pengelolaan sampah berbasis sumber guna menekan volume sampah yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti. Salah satu langkah konkret yang segera dijalankan adalah rekrutmen 1.597 pendamping pemilah sampah yang akan ditempatkan di setiap Rukun Warga (RW).

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mengatakan program ini merupakan bagian dari upaya sistematis untuk mengubah pola pengelolaan sampah dari hulu.

Baca Juga: Darurat Sampah, Pemkot Bandung Perkuat Peran Warga dan Optimalisasi Rumah Maggot

“Kami sedang menyusun rencana dan struktur untuk merekrut 1.597 orang, satu RW, satu pendamping yang akan bertugas mendampingi warga dalam proses pemilahan sampah,” ujar Farhan, Sabtu (11/10/2025).

Menurutnya, para pendamping ini akan menjadi ujung tombak perubahan perilaku masyarakat dalam memilah sampah organik dan anorganik sejak dari rumah tangga.

“Secara teori ada sepuluh jenis sampah, tapi secara praktik cukup dua dulu: organik dan anorganik. Sampah organik tidak akan diangkut ke TPA, harus diolah habis di tingkat RW,” tegasnya.

Sampah Diolah di Kelurahan, Bukan Lagi Menumpuk di TPS

Farhan menjelaskan, sistem ini dirancang agar sampah organik dapat diolah langsung di tingkat RW atau kelurahan, baik menjadi kompos maupun pakan maggot. Sementara itu, sampah anorganik akan disalurkan ke bank sampah atau pusat daur ulang.

“Pusat pengolahan harus ada di kelurahan agar tidak ada penumpukan di TPS. Setiap kelurahan wajib memiliki lahan pengolahan,” ungkapnya.

Saat ini, Pemkot Bandung tengah berupaya menekan sisa timbulan sampah yang masih mencapai 500 ton per hari. Dari jumlah itu, sekitar 190 ton telah berhasil dikelola di wilayah, sementara sisanya masih dikirim ke TPA Sarimukti.

“Volume sampah yang dikirim ke TPA sudah berkurang sekitar 300 ton. Namun karena kuota pembuangan dari provinsi dikurangi, tambahan 300 ton ini harus diolah di tingkat kota,” jelasnya.

Tantangan: Resistensi Warga terhadap Lokasi Pengolahan

Meski demikian, Farhan mengakui masih ada tantangan berupa penolakan sebagian warga terhadap keberadaan lokasi pengolahan sampah karena faktor bau dan kenyamanan lingkungan.

“Risikonya memang ada resistensi masyarakat karena bau dan penguapan. Ini yang mesti kita kelola bersama,” katanya.

Farhan menekankan bahwa keberhasilan program ini hanya dapat tercapai melalui kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat.

“Kuncinya kolaborasi. Kalau semua RW bergerak, kita bisa mengurangi sampah di sumbernya. Target kami, tidak ada lagi sampah yang tersisa di kota. Semua diolah habis di tingkat RW dan kelurahan,” pungkasnya.

(Yusuf Mugni)

spot_img

Berita Terbaru