BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus memperluas penerapan program Zero Bullying hingga ke tingkat sekolah dasar (SD). Langkah ini dilakukan untuk menekan kasus kekerasan terhadap anak yang masih kerap terjadi di lingkungan pendidikan, terutama kekerasan psikis.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Uum Sumiati, mengatakan bahwa program tersebut merupakan kelanjutan dari inisiatif serupa yang telah lebih dulu diterapkan di tingkat SMP.
Baca Juga: Pemkot Bandung Resmi Deklarasikan Sekolah Ramah Anak
“Tahun ini ada 14 SD yang ikut serta. Tahun lalu kami mulai dari 50 SMP. Ini bagian dari proses menuju sekolah ramah anak,” ujar Uum, Jumat (10/10/2025).
Menurutnya, sekitar 10 persen kasus kekerasan terhadap anak di Kota Bandung terjadi di satuan pendidikan. Dari berbagai bentuk kekerasan, kekerasan psikis menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan, disusul kekerasan fisik dan seksual.
Hingga Oktober 2025, tercatat 120 kasus kekerasan terhadap anak di Kota Bandung. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibanding tahun 2024 yang mencapai 218 kasus.
“Kami berharap penurunan ini terjadi karena upaya edukasi mulai berdampak. Kami sudah keliling ke 15 sekolah, mengadakan konseling keliling, dan menjangkau 30 kecamatan,” tutur Uum.
Pentingnya Keterlibatan Masyarakat
Uum menambahkan, keterlibatan masyarakat juga berperan penting dalam keberhasilan program ini. DP3A Kota Bandung menggandeng berbagai elemen seperti PKK, karang taruna, forum RW, dan relawan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) untuk menyampaikan pesan-pesan perlindungan anak di lingkungan mereka.
Sebagai bagian dari implementasi Sekolah Ramah Anak, setiap sekolah diwajibkan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Tim ini bertugas menangani kasus kekerasan di sekolah sebelum diteruskan ke DP3A atau aparat berwenang.
“Kalau kasus terjadi di sekolah, harus lebih dulu ditangani oleh satgas sekolah. Jika tidak bisa terselesaikan atau sudah masuk ranah hukum, barulah kami turun tangan untuk mendampingi,” jelasnya.
Meski semakin banyak sekolah yang berkomitmen, Uum mengakui bahwa standarisasi sekolah ramah anak masih menjadi tantangan. Sebab, proses sertifikasi harus berjalan dengan tim independen dari pemerintah pusat dan memerlukan dukungan anggaran khusus.
“Saat ini baru tiga sekolah yang tersertifikasi secara nasional, yaitu SLB, Kartika Chandra 20, dan Muhammadiyah,” pungkasnya.
(Yusuf Mugni)