MAJALENGKA,FOKUSJabar.id: Pemerintah Kabupaten Majalengka bersama Bea Cukai Cirebon menggelar sosialisasi peraturan perundang-undangan di bidang cukai, Selasa (26/8), di salah satu hotel di Majalengka. Kegiatan ini melibatkan para jurnalis sebagai mitra strategis pemerintah dalam upaya menekan peredaran rokok ilegal yang masih marak di wilayah Ciayumajakuning.
Sekretaris Daerah Kabupaten Majalengka, Aeron Randi, menegaskan bahwa persoalan rokok ilegal tidak semata soal hukum, melainkan juga terkait faktor sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, hingga psikologis.
“Rokok sudah lama melekat dalam budaya maskulinitas dan solidaritas, sehingga diterima secara sosial bahkan sejak remaja. Karena itu, penanganannya tidak cukup hanya lewat kenaikan cukai, tetapi juga perubahan nilai sosial di masyarakat,” jelas Aeron.
Baca Juga: Penyerahan Sertifikat Tanah dan Peresmian Kampung Reforma Agraria di Majalengka
Jurnalis sebagai Agen Edukasi
Dalam kegiatan ini, pemerintah menekankan pentingnya peran jurnalis dalam mengedukasi masyarakat mengenai bahaya rokok ilegal. Media diyakini mampu menyampaikan pesan yang tepat agar masyarakat memahami dampak negatif peredaran rokok tanpa pita cukai.
Sepanjang 2025 hingga 22 Agustus, Bea Cukai Cirebon mencatat telah mengamankan 17.208.477 batang rokok ilegal, dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp12,8 miliar dan nilai barang sekitar Rp25,5 miliar.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Cukai rokok masih menjadi penyumbang besar penerimaan negara, mencapai lebih dari Rp200 triliun pada 2024. Di Majalengka sendiri, sekitar Rp90 miliar dana Universal Health Coverage (UHC) 60 persen di antaranya bersumber dari cukai rokok.
Namun, Aeron menilai kenaikan cukai kerap memberatkan keluarga miskin. “Perokok yang kecanduan tidak berhenti, melainkan mengorbankan kebutuhan lain seperti gizi, pendidikan, bahkan kesehatan. Rokok sering dijadikan pelarian dari stres, sehingga kebijakan cukai perlu dibarengi solusi sosial,” katanya.
Risiko Kesehatan dan Penindakan Hukum
Selain merugikan negara, rokok ilegal juga menimbulkan risiko kesehatan lebih besar karena kandungan dan kualitasnya tidak jelas. Dari sisi hukum, pelaku peredaran rokok ilegal bisa dikenai sanksi berat sesuai UU No. 39/2007, mulai dari pidana penjara hingga denda puluhan kali nilai cukai.
Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Cirebon menyebut, pada 2025 sekitar 15 juta batang rokok ilegal berhasil diamankan di wilayah kerja mereka, membuktikan bahwa peredarannya masih tinggi meski operasi rutin digelar.
Daerah Rawan Peredaran Rokok Ilegal
Data Bea Cukai Cirebon hingga 22 Agustus 2025 menunjukkan peredaran rokok ilegal tersebar di berbagai daerah:
- Indramayu: 961.000 batang lebih
- Majalengka: 2,4 juta batang lebih
- Kabupaten Cirebon: hampir 11 juta batang
- Kota Cirebon: sekitar 2,4 juta batang
- Kuningan: lebih dari 600 ribu batang
Jumlah tersebut menegaskan bahwa Majalengka dan sekitarnya masih menjadi wilayah rawan peredaran rokok ilegal.
Perlu Gerakan Bersama
Pemkab Majalengka menilai tingginya cukai tanpa diimbangi pengawasan yang ketat mendorong masyarakat beralih ke rokok murah dan ilegal. Kondisi ini bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam keberlangsungan industri rokok legal yang menyerap banyak tenaga kerja.
“Tanpa kerja sama aparat, pemerintah, masyarakat, dan media, pasar gelap tembakau akan terus tumbuh. Sosialisasi ini adalah langkah awal memperkuat kolaborasi,” tegas Aeron Randi.
Dengan melibatkan jurnalis, diharapkan edukasi semakin luas, masyarakat lebih sadar, aparat lebih tegas, dan peredaran rokok ilegal dapat ditekan secara signifikan.