TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Ketua Dewan Pimpinan Jaringan Kemandirian Nasional (Jaman), Givan Alifia Muldan mengatakan, kebijakan cut off APBD Kabupaten Tasikmalaya bukan sekedar keputusan administratif.
Kebijakan cut off APBD adalah sebuah langkah strategis yang memiliki implikasi luas terhadap stabilitas ekonomi lokal, kesinambungan pembangunan, dan kualitas pelayanan publik.
Kebijakan yang telah diberlakukan Bupati Cecep Nurul Yakin dan belakangan ini telah menuai beragam reaksi berbagai kelompok masyarakat Kabupaten Tasikmalaya, baik positif maupun negatif, sejatinya disikapi secara bijaksana dan proporsional.
BACA JUGA:
Kebijakan Cut Off Anggaran Kabupaten Tasikmalaya, Diduga Jadi Alat Pemerasan? Begini Kata Kuasa Hukum
Sebagai bagian dari generasi muda yang memegang teguh prinsip tanggung jawab sosial dan partisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kolektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan membangun masa depan yang lebih baik (civic engagement), Jaman Tasikmalaya memandang penting menyikapi kebijakan cut off anggaran Kabupaten Tasikmalaya tanpa mengesampingkan nilai-nilai semangat pemerintah untuk perubahan lebih baik bagi kabupaten ini.
Menurutnya, kebijakan cut off yang diartikan sebagai penghentian sementara realisasi belanja APBD hingga disahkannya APBD perubahan tahun 2025, digadang-gadang sebagai bentuk efisiensi anggaran.
Narasi itu dikemas seolah sebagai langkah hemat yang berpihak pada optimalisasi fiskal daerah. Namun faktanya menimbulkan paradoks mendasar.
Ia menegaskan, efisiensi anggaran pada hakikatnya bertujuan memaksimalkan hasil dengan sumber daya yang terbatas. Namun, ketika pada tataran implementasinya gegabah tanpa kajian mendalam, justru menjadi bumerang yang memperlambat laju pembangunan, melemahkan daya beli masyarakat, serta memicu stagnasi pelayanan publik.
“Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya harus ingat, bahwa hemat itu penting. Tetapi sejahtera lebih utama,” ucap Givan, Jumat (15/8/2025).
Efisiensi anggaran sambung dia, harusnya menjadi jalan untuk menguatkan, bukan melemahkan rakyat. Dalam konteks ini, pihaknya bukan menolak efisiensi tetapi secara prinsip menolak pemangkasan yang membunuh potensi.
“Efisiensi itu soal strategi cerdas, bukan sekadar memotong atau memangkas tanpa peta jalan yang jelas. Sama halnya seperti memutus aliran darah ke organ vital, terlihat hemat di permukaan, tetapi melumpuhkan atau membunuh fungsi esensial dari dalam di antaranya pembangunan dan pelayanan masyarakat,” kata Givan.
Menurut data dan laporan dari berbagai sumber, ungkap dia, menunjukkan bahwa kebijakan ini telah menurunkan serapan anggaran secara signifikan, menunda proyek infrastruktur vital, serta memperlambat distribusi program pelayanan publik di sektor kesehatan, pendidikan, pertanian dan sosial.
Kebijakan ini juga telah berdampak terhadap lemahnya daya beli masyarakat akibat peredaran uang di tingkat lokal ikut melambat.
“Kami sebagai bagian dari pemuda atau generasi muda menilai, bahwa efisiensi anggaran dalam konteks kebijakan cut off ini hanyalah jargon manajerial yang belum teruji efektivitasnya secara empiris,” ujar Givan.
Ia menambahkan, kebijakan cut off setidaknya berpotensi memunculkan tiga dampak signifikan, di antaranya, pelemahan ekonomi lokal, mandeknya pembangunan dan turunnya kepercayaan publik, dengan kata lain masyarakat meragukan kapasitas pemerintah baru dalam menjaga kesinambungan program dan pelayanan publik.
“Di satu sisi Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya menuntut percepatan pembangunan dan penguatan daya saing daerah. Tetapi di sisi lain, mekanisme cut off justru memutus aliran ekonomi lokal, mengurangi multiplier effect belanja daerah, dan memperlebar kesenjangan pembangunan (development gap) antara target RPJMD dan realisasi di lapangan,” terang Givan.
BACA JUGA:
Aliansi Santri Kabupaten Tasikmalaya Tuntut Bupati Berbenah Diri
Sebagai perwakilan generasi muda yang tergabung dalam organ Jaman Tasikmalaya, Givan menyerukan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya membuka ruang dialog terbuka untuk membahas ulang kebijakan cut off tersebut.
Pihaknya sangat percaya bahwa kebijakan publik yang baik adalah kebijakan yang lahir dari data, dilandasi keadilan sosial, dan dieksekusi dengan transparansi penuh.
(Farhan)