CIAMIS,FOKUSjabar.id: Setiap ada perhelatan budaya di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, selalu ada sosok-sosok berpakaian nyentrik yang mencuri perhatian. Mereka mengenakan kostum serba hitam lengkap dengan aksesori unik mulai dari tengkorak hewan, kolotok, nisan kayu, hingga ceker ayam yang sekilas tampak seperti barang tak berguna.
Namun, jangan salah sangka. Mereka bukan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), melainkan anggota Komunitas Seni Buhun Napak Tilas Kolot Baheula, kelompok pelestari budaya yang konsisten menghidupkan kembali filosofi leluhur Sunda. Kehadiran mereka bahkan telah menjadi ikon tak terpisahkan dari berbagai acara budaya di Ciamis.
Baca Juga: DPMD Ciamis Gelar Lomba Agustusan dan Bagikan Bendera Merah Putih
“Ini bukan sampah, tapi benda-benda penuh makna. Setiap item punya filosofi,” ujar Abah Iso Sundarya, tokoh komunitas yang juga tergabung dalam Paguyuban Seni dan Budaya Pencak Silat Kawasen, Jumat (15/8/2025).
Abah Iso menjelaskan, setiap aksesori yang dikenakan membawa pesan mendalam. Tengkorak monyet mengingatkan manusia agar tidak berperilaku seperti binatang. Nisan kayu menjadi simbol kematian, mengajak manusia sadar akan kefanaan. Sementara ceker ayam melambangkan pentingnya usaha mandiri, tanpa bergantung pada orang lain.
“Saya tidak tahu persis jumlah aksesori yang saya pakai, tapi beratnya bisa mencapai 30 kilogram,” ungkapnya.
Ia menegaskan, penampilan ini bukan sekadar atraksi, melainkan cara menyampaikan pesan budaya agar generasi muda tidak melupakan jati diri bangsa.
“Sekarang, anak-anak lebih kenal budaya luar. Main HP, ikut-ikutan tari India, tapi lupa pencak silat atau budaya Sunda sendiri,” kata Abah Iso.
Menurutnya, Komunitas Buhun Napak Tilas hadir bukan hanya sebagai pemanis acara, tetapi juga pengingat keras akan pentingnya menjaga warisan leluhur agar tidak tergilas zaman.
“Ini cara kami mengingatkan generasi muda akan warisan budaya,” tutupnya.
(Husen Maharaja)