CIAMIS,FOKUSJabar.id: Ratusan warga Dusun Bangbayang Kidul, Desa Bangbayang, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, tumpah ruah dalam prosesi budaya bertajuk Hajat Lembur Kuring. Acara yang digelar oleh Pemerintah Desa ini menjadi momen penting untuk mempererat tali silaturahmi sekaligus melestarikan budaya leluhur.
Sejak pagi, warga sudah memadati halaman Gedung Dakwah Al-Fatah, tempat awal berkumpulnya peserta. Selanjutnya, seluruh warga bersama-sama berjalan kaki menuju Makam Ki Demang Jamaluddin, tokoh pertama yang membuka wilayah Desa Bangbayang, sekitar 200 meter dari titik kumpul.
Setibanya di makam, warga menggelar doa bersama atau tawasulan, memohon kepada Allah SWT agar segala hajat dan harapan mereka terkabul.
Kepala Desa Bangbayang, Asep Riki, menjelaskan bahwa tradisi Hajat Lembur Kuring merupakan adaptasi dari tradisi lama yang telah ada sejak tahun 1960-an, yang dulu dikenal dengan sebutan Nyawer atau Hajat Bumi. Saat itu, masyarakat memberikan sesajen di area persawahan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen.
“Namun karena dianggap tidak sejalan dengan ajaran agama, praktik pemberian sesajen perlahan ditinggalkan. Maka sejak 2018, kami menggagas ulang kegiatan ini menjadi budaya yang Islami dan mempersatukan masyarakat,” jelas Asep, Selasa (22/7/2025).
Bekerja sama dengan para tokoh masyarakat dan tokoh agama, Asep mengemas ulang tradisi tersebut menjadi acara budaya tahunan dengan nama Hajat Lembur Kuring. Acara ini kini terdiri dari empat rangkaian utama, yakni Nyekar, Samenan, Anjangan, dan Mopoek Lembur.
Penghormatan Kepada Leluhur
Nyekar, merupakan ziarah dan doa bersama di makam Ki Demang Jamaluddin sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
Setelah itu, warga mengikuti Samenan, yaitu pentas seni yang menampilkan berbagai kreasi dari tiap Rukun Tetangga (RT) di Dusun Bangbayang Kidul. Setiap kelompok menampilkan kesenian khas yang mereka miliki, mulai dari tari-tarian hingga musik tradisional.
Tradisi berikutnya adalah Anjangan, yakni momen berbagi makanan antarwarga. Makanan hasil olahan rumahan dibagikan antar-RT untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan kebersamaan.
Kegiatan puncak berlangsung pada malam hari dengan Mopoek Lembur, sebuah tradisi unik di mana listrik di seluruh dusun dimatikan selama satu jam. Tujuannya untuk mengenang kehidupan masa lalu, ketika masyarakat hidup tanpa aliran listrik dan teknologi modern.
“Melalui Mopoek Lembur, kita mengajak generasi muda untuk mensyukuri kemudahan hidup saat ini. Sekaligus mengingat perjuangan para orang tua kita di masa lalu,” tutur Asep.
Kegiatan Hajat Lembur Kuring bukan hanya sekadar seremoni budaya. Melainkan juga bentuk nyata dari pelestarian nilai-nilai lokal yang sarat makna spiritual, sosial, dan historis.
(Husen Maharaja)