PANGANDARAN,FOKUSjabar.id: Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memajukan jam masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB serta melarang siswa membawa kendaraan ke sekolah mulai menuai keluhan dari para orangtua siswa di wilayah Kecamatan Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran.
Salah satunya datang dari Toni (52), warga setempat yang mengaku kerepotan dengan aturan baru tersebut. Toni memiliki tiga anak yang masih bersekolah, masing-masing di tingkat perguruan tinggi, SMA, dan SD.
Baca Juga: MPLS di SDN 3 Cimerak Pangandaran, Satu Siswa Didampingi Orangtua di Kelas
“Buat saya yang punya banyak anak sekolah, terutama yang masih SD dan SMA, aturan ini sangat merepotkan. Sekarang anak nggak boleh bawa motor, jadi semua harus antar-jemput,” ungkap Toni saat ditemui di rumahnya, Selasa (15/7/2025).
Ia menilai, kewajiban antar-jemput setiap pagi dan siang hari cukup mengganggu pekerjaannya sebagai pelaku usaha percetakan (printing) yang sering harus mengirim pesanan keluar daerah.
“Kalau kata orang Sunda mah, ‘jadi gawe’. Aktivitas kerja jadi terganggu. Kan orang tua juga punya kesibukan,” katanya.
Dampak Negatif Dari Penerapan Kebijakan
Meski begitu, Toni mengakui kebijakan ini memiliki sisi positif, seperti meningkatnya interaksi dan kedekatan antara orangtua dan anak. Namun ia berharap pemerintah turut memikirkan dampak negatif dari kebijakan ini serta memberikan solusi konkret.
“Bukan berarti saya menolak, karena tiap kebijakan pasti ada baik-buruknya. Tapi dampak negatifnya juga harus dicari jalan keluarnya,” ujarnya.
Terkait larangan siswa membawa kendaraan ke sekolah, Toni meminta pemerintah untuk hadir memberikan solusi nyata, seperti menyediakan kendaraan antar-jemput sekolah atau mengaktifkan kembali layanan angkutan umum.
“Kalau memang nggak boleh bawa motor, ya harus disiapkan transportasinya. Paling tidak, ada bus sekolah atau angkutan umum yang beroperasi lagi,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa di wilayah Mangunjaya sudah lama tidak ada angkutan umum yang beroperasi, karena banyak perusahaan angkot gulung tikar. Jika harus menggunakan jasa ojek setiap hari, biayanya dianggap terlalu memberatkan.
“Sekarang angkot udah nggak ada. Kalau pakai ojek tiap hari, mahal. Dulu naik angkot lebih terjangkau,” pungkas Toni.
(Sajidin)