BANDUNG,FOKUSjabar.id: Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tengah membahas rencana besar yakni penghapusan trayek angkutan kota (angkot) konvensional. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan, langkah ini tidak akan dilakukan secara gegabah tanpa menyiapkan moda transportasi pengganti yang lebih layak dan modern.
“Kalau mau bicara penghapusan angkot, tentu pertanyaannya penggantinya apa? Ini yang sedang kami rumuskan, termasuk landasan hukumnya,” kata Farhan saat ditemui, Kamis (10/7/2025).
Baca Juga: Erwin Dorong Satpol PP Bandung Perkuat Disiplin dan Layanan Humanis
Farhan mengungkapkan, trayek angkot di Bandung tak pernah diperbarui sejak 1984. Ia menilai kondisi angkot saat ini sudah sangat tertinggal dan tidak lagi menjadi pilihan utama masyarakat.
“Lihat saja sendiri, tak ada lagi angkot yang benar-benar layak. Warga sudah beralih ke moda transportasi lain yang lebih nyaman dan efisien,” ujarnya.
Libatkan Sopir dan Koperasi Angkot
Dalam menyusun sistem transportasi baru, Pemkot Bandung mengklaim telah melibatkan para sopir angkot dan koperasi. Bahkan, beberapa ide perubahan justru datang dari mereka sendiri, termasuk konsep angkot berbasis ride sharing.
“Mereka justru yang mengusulkan sistem ride sharing. Satu mobil cukup diisi enam orang, tanpa motor. Karena motor bukan angkutan umum,” jelas Farhan.
Sistem Angkot Cerdas: Zonasi, Tap Card, dan Tanpa Ngetem
Rencana transformasi ini mengarah pada penerapan sistem angkot cerdas yang menggunakan pendekatan zonasi. Kota akan dibagi menjadi sekitar 30 zona sesuai kecamatan, dengan sistem operasi yang lebih tertib.
“Contohnya, dari Kecamatan Coblong ke Sumur Bandung. Penumpang harus turun di batas zona, misalnya di Cikapayang, lalu berganti kendaraan ke zona berikutnya,” papar Farhan.
Sistem ini akan menghapus kebiasaan ngetem dan mewajibkan angkot beroperasi minimal delapan kali per hari. Untuk tarif, Pemkot akan menerapkan pembayaran non-tunai berbasis kartu digital, dengan tarif dasar sebesar Rp7.000 per perjalanan.
Menariknya, jika penumpang berganti kendaraan dalam waktu kurang dari satu jam, tarif perjalanan selanjutnya hanya dikenakan 1,5 persen dari tarif awal. Namun jika jeda melebihi satu jam, maka akan dihitung sebagai perjalanan baru.
Subsidi dan Dukungan Infrastruktur
Untuk mendukung sistem baru ini, Pemkot Bandung menyiapkan skema subsidi sebesar Rp150 miliar per tahun, jauh lebih rendah dibandingkan subsidi untuk pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) yang mencapai Rp380 miliar per tahun.
Pembangunan fisik BRT sendiri direncanakan berlangsung dari 2025 hingga 2027, dengan target selesai dalam dua tahun.
Farhan menambahkan, meski kajian ilmiah sudah tersedia, aspek hukum dan politik masih dibahas secara intensif. Nama resmi untuk program angkot cerdas ini pun masih belum ditetapkan.
Namun satu hal yang menjadi sorotan adalah perlunya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap angkutan umum.
“Kalau sistemnya rapi dan kendaraan nyaman, masyarakat akan dengan senang hati meninggalkan motor. Selama ini angkot itu kotor, semrawut, tidak nyaman. Duduknya pun bukan duduk, tapi lebih seperti jongkok,” tutup Farhan.
(Yusuf Mugni)