CIAMIS,FOKUSJabar.id: Suasana sakral dan penuh semangat kebersamaan terasa kuat di Dusun Cidadap, Desa Bunter, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ciamis. Ratusan warga tumpah ruah mengikuti prosesi adat Hajat Bumi, sebuah tradisi turun-temurun sebagai ungkapan syukur atas limpahan rezeki dari Allah SWT.
Masyarakat menyambut antusias kegiatan yang Pemerintah Desa Bunter selenggarakan.
“Hari ini warga sangat antusias mengikuti prosesi Hajat Bumi. Ini bentuk rasa syukur kami atas segala nikmat yang telah kita terima,” ujar Ade Ian, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bunter, Senin (7/7/2025).
Rangkaian Hajat Bumi diawali sehari sebelumnya dengan ziarah ke makam keramat Eyang Raksajaya, tokoh leluhur yang sangat dihormati masyarakat setempat. Ziarah ini merupakan bentuk penghormatan atas jasa-jasa para pendahulu yang telah berjasa bagi wilayah tersebut.
“Ziarah ke makam leluhur adalah bagian penting dari tradisi ini. Kami berdoa bersama sebagai wujud penghargaan atas perjuangan mereka,” jelas Ade.
Setelah beberapa tahun sempat terhenti karena berbagai kendala, tradisi Hajat Bumi kini kembali terselenggara secara meriah. Pada puncak acara, warga disuguhi pertunjukan seni buhun Tutunggulan, yang merupakan kesenian tradisional warisan leluhur.
“Penampilan Tutunggulan sengaja kami tampilkan agar budaya Karuhun tetap hidup dan para generasi muda kenali,” tambah Ade.
Melestarikan Budaya di tengah Gempuran Moderenisasi
Ia menegaskan pentingnya pelestarian budaya di tengah gempuran modernisasi.
Apresiasi tinggi pun datang dari Sekretaris Dinas Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Ciamis, Ega Anggara Al Qautsar. Ia menyebut kegiatan ini sebagai bentuk nyata pelestarian budaya lokal yang patut menjadi contoh.
“Hajat Bumi ini sukses berkat dukungan semua elemen masyarakat. Kegiatan seperti ini penting untuk mengingatkan generasi muda agar tidak melupakan jati diri dan sejarah bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai leluhurnya,” tegas Ega.
Melalui ritual Hajat Bumi, masyarakat Cidadap tidak hanya mengekspresikan rasa syukur, tetapi juga menjaga nyala warisan budaya yang kian tergerus zaman. Sebuah kolaborasi harmoni antara spiritualitas, tradisi, dan cinta tanah kelahiran.
(Husen Maharaja)