CIAMIS,FOKUSJabar.id: Situs budaya Jambansari kembali dipenuhi gelak tawa dan semangat anak-anak dalam gelaran Panggung Terbuka Jambansari bertajuk “Ringkang Gumilang”. Acara ini menjadi oase bagi para siswa sekolah dasar yang tak bisa menyalurkan kreativitasnya dalam momen perpisahan sekolah akibat larangan kegiatan bersifat seremoni.
Studio Titikdua menjadi penggagas kegiatan ini, sebuah sanggar seni yang konsisten memberi ruang ekspresi bagi generasi muda. Di bawah pengelolaan Neng Peking (Rahmayati Nilakusumah), seniman tari idealis sekaligus istri dari budayawan terkemuka Godi Suwarna, sanggar ini mencoba menjawab keresahan banyak pihak atas aturan pemerintah provinsi yang melarang kegiatan perpisahan atau wisuda mewah.
Namun sayangnya, kebijakan tersebut juga berdampak pada kegiatan seni yang seharusnya menjadi bagian penting dalam pendidikan karakter.
“Ada sekolah yang mau pentas tari topeng, tapi hanya boleh pakai topeng dan baju bebas. Ini jelas mengaburkan makna dari pertunjukan itu sendiri,” ujar Godi Suwarna usai pementasan, Sabtu malam (5/7/2025).
Perayaan Kenaikan Kelas Anak-anak Sanggar
Menanggapi hal tersebut, Studio Titikdua membuka alternatif dengan menggelar panggung terbuka. Tidak hanya menjadi ajang pentas seni, kegiatan ini sekaligus menjadi samenan atau perayaan kenaikan kelas anak-anak sanggar. Beragam kesenian tradisional dan kontemporer tampil, mulai dari tari kele, sulintang, bajidor kahot, hingga balet dan monolog.
Yang menarik, panggung ini juga menghadirkan kolaborasi lintas usia. Para seniman senior ikut menyemarakkan acara bersama anak-anak mereka. Di antaranya, Noer JM bersama Galuh Nurwahid, Didon Nurdani dengan putranya Raxhadjati K Nurdani, serta Jaro X Yus yang tampil bersama mahasiswinya, Novita. Ada pula Dehalim Shinobu dan Dini Anggraeni yang membaur dalam kolaborasi sajak dan tari, serta monolog penuh emosi dari Rika Rostika Sergeyep.
Godi Suwarna berharap agar panggung terbuka semacam ini bisa menjadi agenda rutin, tidak hanya di Jambansari, tetapi di berbagai ruang publik lain. Ia juga mendorong Dinas Pendidikan dan Pemprov untuk segera membuat pedoman yang lebih jelas soal kegiatan seni di sekolah.
“Anak-anak butuh ruang untuk berekspresi. Jangan sampai mereka kehilangan panggung hanya karena aturan yang tak memiliki kejelasan arah,” pungkasnya.
Sementara itu Kepala Disbudpora Ciamis, Dian Budiana, yang hadir langsung di acara ini menyampaikan apresiasinya. Ia menilai kegiatan semacam ini menjadi bukti bahwa seni dan budaya masih hidup serta tumbuh di tengah masyarakat.
“Studio Titikdua menunjukkan bahwa Ciamis tidak hanya kaya akan sejarah dan situs budaya, tapi juga memiliki denyut seni yang kuat dan partisipatif. Antusiasme dari anak-anak hingga orangtua membuktikan mereka butuh panggung seni,” ujarnya.
(Irfansyahriza)