BANDUNG,FOKUSJabar.id: Polemik dualisme pengelolaan di Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) kian memprihatinkan. Konflik antara dua pihak, yakni Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) dan Taman Safari Indonesia (TSI), berdampak langsung pada keselamatan satwa yang menjadi daya tarik utama kebun binatang tersebut.
General Manager Bandung Zoo dari pihak YMT, Peter Arbeny, mengungkapkan bahwa sejak TSI mulai terlibat dalam pengelolaan pada 20 Maret 2025, terjadi miskomunikasi yang berujung pada kematian sejumlah satwa.
Baca Juga: Soal Tumpukan Sampah, DLH Kota Bandung Akui Belum Ada Solusi Permanen
“Benar, beberapa satwa mati karena miskordinasi. Di antaranya pelikan, beruang, dan burung kakatua,” ujar Peter saat dikonfirmasi, Senin (1/7/2025).
Menurut Peter, sebelum ada campur tangan dari TSI, pengelolaan satwa berjalan baik dan sesuai prosedur. Namun setelah masuknya TSI, mereka disebut mengambil alih keuangan, mengganti petugas keamanan, serta menggusur sejumlah karyawan termasuk dirinya.
“Mereka tidak berkoordinasi soal perawatan satwa, bahkan ada dua perintah yang membingungkan bagi karyawan. Intervensi ini membuat pengelolaan menjadi kacau,” jelasnya.
Peter menyayangkan tidak adanya sistem koordinasi yang jelas antar kedua pihak, sehingga banyak prosedur perawatan satwa yang terbengkalai.
Sementara itu, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan turut menyoroti kondisi Bandung Zoo yang kini diselimuti berbagai persoalan hukum dan pengelolaan internal.
“Kebun Binatang Bandung masalahnya banyak, yayasannya tidak pernah akur, dan sekarang satwanya satu per satu mati,” ujar Farhan.
Farhan menambahkan, Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki wewenang untuk mengelola langsung karena hanya memiliki aset tanah. Hak dan tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan pengelola.
“Kami hanya pemilik aset, pengelolaan ada di yayasan. Karena masalah hukum juga cukup rumit, saya serahkan sepenuhnya ke Kejaksaan Tinggi. Mantan Sekda kita saja sampai jadi tersangka, saya sangat terpukul,” pungkasnya.
(Yusuf Mugni)