spot_img
Sabtu 28 Juni 2025
spot_imgspot_img

Sampah Menumpuk, Bandung Krisis Ritase dan Diserbu TPS Ilegal

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kota Bandung tengah menghadapi krisis sampah yang semakin memprihatinkan. Masalah ini tidak hanya berdampak pada kenyamanan warga, tetapi juga mencerminkan situasi darurat yang mengancam kesehatan lingkungan dan tata kota.

Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 136 titik tempat pembuangan sampah (TPS) ilegal yang tersebar di berbagai lokasi, mulai dari pinggir jalan hingga kawasan padat permukiman. Pemerintah berencana menutup TPS liar tersebut secara bertahap.

“Jumlah TPS ilegal akan kita tutup secara bertahap,” ujar Erwin, Sabtu (28/6/2025).

Baca Juga: Gubernur Jabar Perpanjang Pemutihan Pajak Kendaraan

Namun, tumpukan sampah tak hanya ditemukan di TPS liar. Dalam sepekan terakhir, dua pasar tradisional yakni Pasar Kosambi dan Pasar Cihaurgeulis menjadi sorotan publik. Di Pasar Kosambi, timbunan sampah mencapai tinggi hingga enam meter, dan baru diketahui setelah viral di media sosial. Sementara di Pasar Cihaurgeulis, kondisinya lebih parah. Diduga sampah tidak diangkut selama dua hingga tiga tahun, hingga akhirnya terbongkar saat Erwin melakukan inspeksi mendadak pada Senin (23/6/2025).

Defisit Ritase dan TPS Penuh

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, Darto, menyebut salah satu penyebab utama penumpukan sampah adalah berkurangnya ritase truk pengangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Sarimukti.

Menurutnya, idealnya Kota Bandung memerlukan 170 ritase per hari. Namun kenyataannya, yang tersedia saat ini hanya 140 ritase. Akibatnya, sekitar 30 ritase atau sekitar 210 ton sampah per hari tidak terangkut.

“Setiap ritase setara dengan 5–7 ton sampah. Kalau rata-rata 7 ton, maka ada sekitar 210 ton yang tertahan setiap harinya,” terang Darto.

Ketimpangan antara jumlah sampah yang dihasilkan dan kapasitas angkut ini menyebabkan TPS resmi penuh. Ketika TPS ditutup sementara, masyarakat tetap membuang sampah, sehingga muncul TPS-TPS ilegal baru.

“Kalau TPS resmi tidak bisa menampung, masyarakat pasti mencari tempat lain. Di situlah celah munculnya TPS liar,” lanjutnya.

Solusi Sementara dan Langkah Darurat

Sebagai langkah cepat, DLH kini berfokus pada pengolahan dan pemusnahan sampah yang tidak bisa dibuang ke TPAS Sarimukti, yang juga dalam kondisi kritis. Beberapa solusi sementara yang diterapkan meliputi penggunaan insinerator dan metode Refuse-Derived Fuel (RDF) untuk mengubah sampah menjadi energi atau bahan bakar alternatif.

“Kita tidak bisa hanya bicara teknologi jangka panjang. Yang utama saat ini adalah bagaimana mengurangi timbunan sampah yang tertahan. Setelah itu, barulah kita pikirkan pengolahan lanjutan,” jelas Darto.

Kondisi darurat ini menuntut kolaborasi aktif antara pemerintah dan masyarakat agar pengelolaan sampah bisa kembali berjalan normal, sekaligus menekan pertumbuhan TPS ilegal yang merusak estetika dan kebersihan kota.

(Yusuf Mugni)

spot_img

Berita Terbaru