spot_img
Senin 9 Juni 2025
spot_imgspot_img

Dedi Mulyadi Sebut Pangandaran “Setengah Sekarat”, Aktivis Soroti Kebijakan Pemerintah Daerah

PANGANDARAN,FOKUSJabar.id: Pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menyebutkan Kabupaten Pangandaran sebagai “daerah setengah sekarat” kini menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Dalam sebuah potongan video yang viral, Dedi Mulyadi, yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Purwakarta selama dua periode (2008-2018), membandingkan kondisi Kabupaten Pangandaran dengan daerah lainnya. Dengan ekspresi yang disertai tepuk tangan, Dedi mengatakan, “Kabupaten setengah sekarat Pangandaran, Purwakarta setengah kaya lah.”

Baca Juga: Pantai Batukaras Pangandaran, Surga Selancar Bertaraf Dunia yang Dijuluki “Little Bali”

Tak hanya Pangandaran, Dedi juga menyoroti Kota Banjar yang menurutnya merupakan daerah yang paling “ripuh” (menderita) di Jawa Barat. “Kota yang paling ripuh di Jawa Barat, Kota Banjar. Tepuk tangan buat karipuhnya,” ujar Dedi dengan nada guyon.

Dalam pidatonya, Dedi juga membahas kondisi daerah lain di Jawa Barat, menyebutkan bahwa Cianjur memiliki kondisi yang lebih baik, dan menyatakan Sukabumi dan Bandung Barat juga berada pada kondisi yang cukup sejahtera.

Namun, pernyataan tersebut langsung mendapat respon dari sejumlah pihak, termasuk tokoh masyarakat dan aktivis asal Pangandaran, Syamsul. Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan Pangandaran terjerumus dalam kondisi yang dianggap tidak berkembang, seperti yang disampaikan oleh Gubernur Dedi.

Banyak Kebijakan yang Salah Kaprah

Syamsul menilai, kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah daerah Pangandaran selama ini banyak yang bersifat populis dan politikus. Selain itu, ia juga mengkritik pengelolaan dana publik yang dianggap kurang transparan.

“Banyak kebijakan yang salah kaprah, bersifat populis dan politis serta ugal-ugalan. Terlebih lagi, dalam penggunaan dana publik tidak ada pengawasan yang melibatkan masyarakat sejak perencanaan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Syamsul juga menyoroti masalah meritokrasi dalam pemerintahan Pangandaran. Menurutnya, penempatan pejabat di pemerintahan seringkali tidak berdasarkan kompetensi yang sesuai dengan bidangnya, yang berdampak pada kinerja pemerintahan yang tidak optimal.

“Ini seperti memberikan pekerjaan kepada orang yang bukan ahlinya. Macetnya demokrasi dan tertutupnya akses publik untuk mengetahui kebijakan juga menjadi penyebab utama,” tambahnya.

Pernyataan Dedi Mulyadi tentang Pangandaran ini menggugah banyak pihak untuk lebih kritis terhadap kebijakan yang ada, sekaligus menjadi bahan diskusi mengenai pemerintahan daerah yang lebih transparan dan akuntabel.

(Sajidin)

spot_img

Berita Terbaru