TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025 menjadi panggung refleksi bagi dunia pendidikan di Indonesia. Namun, di balik semarak perayaan dan semangat peningkatan mutu pendidikan, masih terselip persoalan serius yang dihadapi para tenaga pendidik.
Aliansi Pejuang Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) menyuarakan keresahan para dosen, guru, dan pelaku budaya yang saat ini tengah berjuang menempuh pendidikan lanjut tanpa kepastian dukungan dari pemerintah. Dalam pernyataan resminya, Ketua Umum Aliansi Pejuang BPI Indonesia, Ahijrah Ramdhani, menegaskan bahwa pemerintah belum sepenuhnya memenuhi janji keadilan dalam penyediaan akses beasiswa pendidikan.
Baca Juga: PKK Kota Tasikmalaya Gaungkan Semangat Anak Cerdas & Berakhlak Mulia Lewat Program “Goes to School”
“Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan sekaligus peringatan kepada pemerintah agar tidak sekadar menjadikan pendidikan sebagai jargon. Kami menuntut perhatian serius terhadap kesejahteraan dosen, guru, dan pelaku budaya,” ujar Ahijrah, Selasa (6/5/2025).
Ia mengungkapkan bahwa sejak diumumkan pada Oktober 2024, hanya 194 penerima beasiswa BPI yang dinyatakan lolos dari lebih dari 2.500 pendaftar. Jumlah itu jauh di bawah ekspektasi dan tidak sejalan dengan sosialisasi awal. Banyak tenaga pendidik yang telah lolos seleksi administrasi dan bahkan sudah menempuh studi S2 dan S3 terpaksa kuliah secara mandiri karena tak kunjung memperoleh bantuan beasiswa.
“Beberapa dari mereka bahkan harus menjual harta pribadi, mengambil pinjaman daring, atau meninggalkan pekerjaan dan keluarga demi bisa melanjutkan pendidikan. Ini sangat ironis, mengingat mereka adalah garda depan dalam peningkatan kualitas pendidikan nasional,” katanya.
Untuk mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) dari perguruan tinggi—syarat utama mendaftar beasiswa—mereka harus membayar antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3,5 juta. Namun, pada akhirnya banyak yang tak mendapatkan beasiswa, tanpa adanya penjelasan transparan dari pihak penyelenggara.
Aliansi Pejuang BPI Indonesia pun menyampaikan tiga tuntutan utama kepada pemerintah:
- Mengembalikan kuota beasiswa BPI melalui kebijakan tambahan yang berpihak pada keadilan.
- Memprioritaskan beasiswa bagi dosen, guru, dan pelaku budaya yang sudah aktif menjalani studi secara mandiri.
- Melakukan evaluasi total terhadap sistem seleksi, mekanisme LoA, dan proses rekrutmen agar lebih transparan dan akuntabel.
Ahijrah menegaskan, perjuangan ini bukan untuk kepentingan segelintir orang, melainkan demi masa depan pendidikan Indonesia. “Negara harus hadir memberikan keadilan kepada mereka yang telah berkorban demi kemajuan bangsa,” pungkasnya.
(Seda)