spot_img
Jumat 2 Mei 2025
spot_imgspot_img

Keringat dan Harapan di Ujung Usia, Perjuangan Enih Si Petani Pandan Pangandaran

PANGANDARAN,FOKUSJabar.id: Di sebuah desa yang sunyi di Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, ada kisah tentang seorang perempuan tua yang hidupnya penuh perjuangan. Enih, seorang petani pandan berusia 68 tahun, telah menghabiskan sebagian besar hidupnya bekerja di kebun pandan.

Ia memulai pekerjaan ini pada tahun 2004, saat harga daun pandan hanya sekitar Rp 500 per kilogram. Kini, bertahun-tahun berlalu, harga daun pandan telah melonjak hingga Rp 4 ribu per kilogram.

Baca Juga: Harus Tahu, 4 Tempat yang Cocok Untuk Malam Mingguan di Pangandaran

Enih mengenang dengan pilu bagaimana ia memulai pekerjaannya dengan tangan kosong, penuh harapan meski harga yang didapat tak sebanding dengan kerja keras yang dikeluarkan.

“Dulu harga cuma 500 per kilo, sekarang sudah 4 ribu,” ujarnya, suaranya terbata-bata, mengenang masa-masa awal yang penuh tantangan.

Setiap pagi, ia berangkat ke kebun sejak fajar menyingsing, hanya untuk mengumpulkan daun pandan yang menjadi sumber penghidupannya. Dua hari sekali, Enih menyusuri kebun dengan hati yang penuh semangat meski tubuhnya sudah tak sekuat dulu. Ia membeli daun pandan dari pemilik lahan yang memanfaatkan tanah milik desa, dan harga yang dibayar pun bervariasi, tergantung pada banyaknya daun yang tersedia.

“Harga borongnya 100 ribu, kadang-kadang 25 ribu. Itu semua tergantung banyaknya daun,” jelas Enih, dengan mata yang seolah menatap jauh, mengingat betapa sulitnya hidup sebagai petani di usianya yang sudah senja.

“Kalau harga keringnya mahal, ya harga borongnya juga mahal. Tapi sekarang, harganya kan murah,” tambahnya, menahan perasaan yang mendalam.

Semangat yang Tak Pernah Padam dari Petani Pandan Pangandaran

Setiap hari, Enih hanya bisa mengumpulkan sekitar 2 hingga 3 kilogram daun pandan. Hasil yang didapatkan pun tidaklah besar, hanya sekitar Rp 8 ribu hingga Rp 13 ribu per hari. Namun, dengan semangat yang tak pernah padam, ia melanjutkan pekerjaan ini, meskipun lelah dan kesulitan datang silih berganti.

“Saya suka mengumpulkan daun pandan dalam jumlah banyak dulu, agar bisa dijual dalam satu minggu sekali. Tapi kadang-kadang kalau butuh duit sedikit juga saya jual,” ujarnya, dengan suara yang seolah penuh kesabaran dan pengertian akan kehidupan yang terus berjalan.

Meski tubuhnya semakin renta, Enih tetap bangga bisa terus bekerja di kebun pandan yang telah menjadi nafkah utama bagi dirinya dan keluarganya.

“Kalo gak kerja seperti ini, mau kerja apalagi. Saya sudah tua, bersyukur masih bisa kerja seperti ini juga dan masih diberi kesehatan,” ucapnya dengan tulus, seakan mengungkapkan segala rasa syukur dan keteguhan hatinya.

Kisah Enih adalah cerita tentang keteguhan dan semangat yang tak kenal lelah. Di tengah segala keterbatasan, ia tetap bersyukur atas apa yang ia miliki. Meskipun usianya sudah senja, Enih tetap terus berjuang. Beliau mengajarkan kita semua arti dari kerja keras, ketabahan, dan rasa syukur yang mendalam. Sebuah pelajaran hidup yang tak akan pernah lekang oleh waktu.

(Sajidin)

spot_img

Berita Terbaru