BANDUNG,FOKUSjabar.id: Wacana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait penerapan wajib militer (wamil) bagi pelajar yang dianggap bermasalah di Jawa Barat menuai tanggapan kritis dari kalangan akademisi.
Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, menilai tidak bisa memberlakukan program semacam itu secara serampangan dan perlu kajian secara matang.
Baca Juga: Kota Bandung Kendalikan Populasi Kucing Liar Lewat Program “Kopi Cinta”
“Program seperti ini harus memiliki kurikulum yang jelas dan melibatkan berbagai unsur pembinaan. Seperti keterlibatan guru, psikolog, tokoh agama, hingga pemerintah daerah,” ujar Cecep, Kamis (1/5/2025).
Ia menambahkan, jika program wamil langsung menjadi rujukan utama untuk menangani siswa bermasalah, maka akan muncul kesan bahwa metode pembinaan lain seperti bimbingan konseling di sekolah atau pendekatan orangtua gagal.
“Kalau langsung dilempar ke militer, seolah-olah pendekatan pendidikan lainnya tidak efektif. Padahal pendekatan pendidikan sipil dan militer itu sangat berbeda,” jelasnya.
Cecep menegaskan, siswa yang berperilaku menyimpang memiliki latar belakang masalah yang sangat beragam. Sehingga tidak bisa menyamaratakannya dengan satu solusi saja.
“Mengirim anak-anak ke barak militer tidak sesuai dengan prinsip pedagogis dalam dunia pendidikan. TNI bukan obat dari segala masalah siswa,” tegasnya.
Wacana ini menjadi sorotan publik. Karena menyangkut pendekatan pendidikan dan pembinaan karakter generasi muda. Yang mana menurut para pakar seharusnya berlandaskan pada prinsip inklusif, empati, dan keberlanjutan.
(Yusuf Mugni)