BANDUNG,FOKUSJabar.id: Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) berkomitmen untuk terus membantu dalam meningkatkan kualitas hidup penyandang disabilitas di Indonesia. Melalui Program Studi Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), UPI melakukan inovasi dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) melalui pengembangan berbagai penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan UPI Prof. Dr. Didi Sukyadi, MA menjelaskan, pengembangan inovasi tersebut merupakan salah satu program unggulan UPI. Sasaran dari program tersebut yakni guru, orang tua dan penyandang disabilitas.
“Ini dilatar belakangi banyak remaja dengan disabilitas rentan mengalami masalah kesehatan reproduksi, pelecehan seksual dan keterbatasan kognitif karena hambatan yang dimiliki. Hal tersebut harus dicegah dengan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang komprehensif,” kata Didi.
Ketua Program Studi Pendidikan Khusus FIP UPI, Dr. dr. Riksma Nurahmi, R. A, M.Pd menyampaikan, kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk mengatasi tantangan yang sering dihadapi dalam pembelajaran kesehatan reproduksi dan seksualitas penyandang disabilitas. Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan yaitu mengadakan pelatihan inovatif penggunaan media Augmented Reality (AR) dalam pembelajaran pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual (PKRS) serta pendampingan penggunaan modul digital interaktif dalam pemahaman kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak autis.
“Melalui media digital interaktif seperti Augmented Reality (AR) dan modul digital, pelatihan ini memberikan pendekatan yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan anak autis,” kata Riksma.
Riksma menambahkan, kegiatan yang mengusung tema teknologi sebagai dasar dalam melakukan pelatihan Pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas kepada guru-guru di sekolah luar biasa (SLB) dipimpin Dr. Iding Tarsidi, M.Pd. Tujuan dari pelatihan adalah meningkatkan kompetensi guru sekolah luar biasa dalam menggunakan teknologi Augmented Reality (AR) sebagai media pembelajaran untuk menyampaikan materi atau topik kompleks tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas secara visual dan interaktif pada kepada siswa berkebutuhan khusus. Juga dilakukan pelatihan Model In-On-In dalam mengimplementasikan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas (PKRS) bagi guru sekolah luar biasa yang dipimpin Dr. Tati Hernawati, M.Pd.
“Kegiatan tersebut diadakan dalam model In-On-In yang melibatkan pelatihan intensif di kampus UPI (Tahap In), penerapan di lapangan dengan pendampingan (tahap On) dan diskusi evaluatif hasil lapangan (Tahap In) untuk menyempurnakan strategi pembelajaran. Materi yang diajarkan meliputi anatomi organ tubuh manusia, perbedaan pubertas pada laki-laki dan perempuan, spektrum autistik, kesehatan reproduksi, pendidikan kesehatan reproduksi dengan tujuan memberikan pemahaman guru mengenai pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas pada materi anatomi tubuh, pubertas dan kekerasan berbasis gender,” Riksma menuturkan.
Kegiatan Pengabdian kepada masyarakat ini merupakan bagian dari tanggung jawab serta upaya kolaboratif UPI dengan berbagai mitra untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Temasuk memberikan aksesibilitas layanan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi penyandang disabilitas.
Dari kegiatan tersebut, diharapkan mampu meningkatkan keterampilan guru dalam mengajarkan materi yang kompleks dan sensitive. Selin itu diharapkan memberikan manfaat lain diantaranya meningkatkan pemahaman kesehatan reproduksi anak autis bagi guru, memberikan pendampingan dan pelatihan kepada para guru dalam menggunakan modul digital interaktif yang dirancang khusus untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai kesehatan reproduksi anak autis, membantu para guru dalam mengatasi tantangan pembelajaran mengenai pubertas pada anak berkebutuhan khusus, serta membantu para guru dalam menyampaikan materi kesehatan reproduksi secara efektif dan sesuai dengan kebutuhan khusus anak autis, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan anak-anak autis.
“Kegiatan ini memerlukan dukungan dari semua pihak dan diharapkan dapat mendukung terlaksananya pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang seringkali masih menghadapi kendala dan tantangan-tantangan dalam mengajarkan kesehatan kepada siswa berkebutuhan khusus. Dengan meningkatnya pemahaman, kompetensi dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan khusus siswa berkebutuhan khusus baik menggunakan teknologi digital ataupun materi kesehatan reproduksi, para guru dapat lebih percaya diri dan terampil dalam mengelola pembelajaran yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksualitas, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup siswa berkebutuhan khusus. Semoga ini menjadi langkah awal menuju implementasi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang lebih baik dan inklusif di Indonesia,” kata Riksma.
(Ageng)