Kamis 12 Desember 2024

Menguak Sang Pegiat Cagar Budaya

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Haji Rohidin. Itulah nama sederhana yang menempel sejak lahir pada sosok pria asal Tasikmalaya. Kesederhanaan nama nampaknya berbanding terbalik dengan realitas kehidupan yang sesungguhnya.

Pria yang akrab disapa Kang Haji Sultan Selacau ini kini tercatat sebagai pegiat cagar budaya di Tatar Parahyangan. Ia bersama keluarga sudah belasan tahun mewakafkan diri untuk merawat dan menata ihwal nilai-nilai sejarah dan budaya para leluhur di daerah Kabupaten Tasikmalaya. Sungguh mulia bukan?

Saat berbincang beberapa minggu lalu, sosok pria berkumis, berkulit sawo matang dan murah senyum mulai membuka mulutnya untuk bercerita tentang sepak terjang dirinya menggeluti sekaligus merumat cagar budaya.

BACA JUGA: Sebelum KAS dan Sunda Empire, Sudah Ada Kesultanan Selaco di Tasikmalaya

“Saya hanya ingin merawat dan melestarikan warisan para leluhur berupa cagar budaya. Semua ini dilakukan untuk melestarikan sejarah agar diketahui danj dikenal oleh generasi berikutnya,” ungkapnya dengan nada serius.

Pandangan Kang Sultan memang logis dan tidak berlebihan. Pasalnya, bangsa yang baik adalah bangsa yang mampu menjaga dan menghormati sejarah bangsanya. Berpijak dari ungkapan tersebut Kang Sultan bertekad bahkan bekerja keras untuk melestarikan sejarah para leluhur di Tatar Parahyangan.

“ Saya sudah lama terjun ke dunia pelestarian cagar budaya. Saya berkonsentransi penuh mengenai Cagar budaya Kesultanan Selacau ,” timpalnya lagi.

Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu, merupakan sebuah kesultanan yang berdiri pada 1527 di Tatar Sunda (Parahyangan) tepatnya di Kampung Nagara Tengah, Desa Cibungur, Kecamatan Parung Ponteng, Tasikmalaya.

Selacau, selain sebagai kesultanan yang berdaulat di masanya, juga kesultanan yang tidak pernah menyerahkan kekuasaannya kepada VOC atau Kerajaan Mataram. Karenanya, kesultan ini dicatat sejarah sebagai kesultanan khusus (otonomi) seperti halnya Yogyakarta.

Berpijak dari sejarah, idealnya Kesultanan Selacau memiliki kekuasaan khusus dalam pengelolaan wilayah tersendiri terutama di Parahyangan. Namun, jauh dari kenyataanya. Kesultanan Selacau seolah-olah lenyap dari catatan sejarah sehingga kesultanan yang sempat berjaya di massanya tak dikenal oleh masyarakat Tatar Sunda akibat lenyap dari sejarah yang sesungguhnya.

Melihat fakta sejarah Selacau yang hilang, membuat H. Rohidin ‘murka’. Ia sebagai pewaris tahta Kesultanan merasa bertanggung jawab untuk melacak fakta sejarah secara mendalam mengenai Selacau.

“Saya selaku pewaris tunggal berkewajiban membuktikan sejarah dan sekaligus menghidupkan kembali sejarah tersebut,” paparnya dengan nada pelan namun penuh kepotimisan.

Perjuangan keras tak akan mengkhianati hasil. Itulah ungkapan bijak yang patutu dikalungkan kepada H Rohidin. Setelah bekerja keras menelusuri sejarah Selacau, akhirnya menemukan fakta sesungguhnya.

Mahkamah Interansional mencatat bahwa Kesultnanan Selacau sebagai kerajaan berdaulat di masanya. bahkan, Kerajaan Selacau tercatat sebagai Culture Heritage Selaco Federation dengan nomor lisensi: 78965.32.32 UNDP-56-XX.56.89.2018.

Tidak cukup sampai di sana, fakta sejarah itupun dikeluarkan Kemenkumham RI Nomor: AHU-0006177.AH.01.07 Tahun 2018 menyatakan bahwa Kesultanan Selacau atau Selagodon Kingdom dinyatakan sebagai perkumpulan cagar budaya kesultnanan Selaco Tunggul Rahayu.

Kesultanan Selacau telah mendapat legalisasi fakta sejarah dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2018, sebagai warisan budaya peninggalan Kerajaan Padjajaran masa kepemimpinan Raja Surawisesa.

Dengan adanya pengakuan sejarah Internasional ini menandakan bahwa Kesultanan Selacau yang berdiri megah di Kabupaten Tasikmalaya benar adanya dan kini menjadi monumen penting ihwal eksistensi sejarah dan budaya kesultanan itu.

” Saya merasa lega ternyata ada fakta sejarah mengenai Kesultan Selacau,” ungkap Kang H Sultan.

Sultan H. Rohidin, merupakan keturunan kesembilan dari Raja Padjadjaran Surawisesa dengan gelar Sultan Patra Kusumah VIII.

Istana Kesultanan Selacau berdiri megah. H. Rohidin sebagai pegiat cagar budaya melengkapi isi istana dengan berbagai artefak sejarah dipajang di dalam istana yang memberikan informasi mengenai sepak terjang perjuangan Kesultanan Selacau 497 tahun silam.

Penataan halaman, ruangan dan perpaduan cat yang menempel pada dinding bangunan Istana sangat serasi sehingga memunculkan nilai seni yang luar biasa. Di dalam ruangan kesultanan terpampang foto-foto para leluhur, mahkota sultan, tongkat, dan pernak-pernik peninggalan kerajaan.

Artefak-artefak sejarah itu disimpan rapi di dalam lemari kaca. Atas kerja keras Kang Sultan Rohidin sebagai pegiat cagar budaya, eksistensi Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu seolah kini bangkit kermbali. Kang Sultan Rohidin, merupakan sosok pria pekerja keras.

Di sela kesibukannya mengelola cagar budaya bukan berarti ia melupakan pendidikan. Bahkan, di tengah konsentransi penuh ke cagar budaya, diam-diam pria ini pun berhasil menyabet gelar magister hukum dan ilmu sosial. Bahkan, saking hausnya dengan ilmu, sang pegiat cagar budaya pun kini melanjutkan pendidikan kembali, dan tercatat sebagai mahasiswa doktoral Kebijakan Publik di UNSIL Tasikmalaya. Untuk itu, Kang Sultan pun kini dijuluki sang pria pegiat cagar budaya dan pegiat pendidikan. (Dono Darsono/LIN).

Berita Terbaru

spot_img