PANGANDARAN,FOKUSJabar.id: Pengajar sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Mathlaul Ulum, kiai Habibudin menyebut, Program Pangandaran mengaji hanya program kamuflase.
“Sebetulnya itu progam kamuflase untuk mengikat guru-guru ngaji dengan berbagai macam janji,” kata Kyai Habibudin kepada FOKUSJabar.id melalui pesan suara Sabtu, (3/8/2024).
Tokoh Agama di Jayasari Kecamatan Langkaplancar itu menilai, program Pangandaran mengaji hanya untuk kepentingan politik pada Pilkada 2019 lalu.
Menurutnya, program tersebut tidak serius dijalankan. Karena jika serius, seharusnya progam tersebut sudah mendapatkan tindaklanjut.
“Itu kan hanya sekali saja mereka (Guru ngaji) dibayar,” ujarnya.
Baca Juga: 5 Tahun Guru Ngaji Tak Dapat Insentif, Anggota Komisi III DPRD Pangandaran Menjerit
Padahal, ia sempat mengetahui laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ). Kata Habib, di LKPJ itu ada laporan program Pangandaran mengaji.
“Tapi, ke pihak-pihak (Guru ngaji) yang seharusnya diberikan itu tidak pernah sampai. Baru hanya satu kali (dibayar),” katanya.
Meski demikian, ia memprediksikan, diakhir masa jabatan Bupati Pangandaran atau sebelum pilkada, tunjangan tersebut akan segera dibayarkan.
“Mungkin di bayar. Tapi saya tidak yakin juga itu dibayar. Karena memang uangnya tidak ada,” ucapnya.
Realisasi Program Pangandaran Mengaji Tidak Maksimal
Disoal tidak ada anggaran yang sudah di rekomendasikan ke Dinas Pendidikan, Habib justru merasa heran.
Sebab, pemerintah itu dalam mengatur keuangan bukan seperti berdagang atau cashflow. Tetapi, dalam menentukan APBD seharusnya anggaranya sudah ada.
“Kalau mengetuk palu tapi uangnya tidak ada. Nah, Itu jadi persoalan,” katanya.
Sementara ini, Habib pun menilai anggota DPRD di Kabupaten Pangandaran tidak serius dalam menangani permasalahan tersebut.
“Pada intinya program ini bukan program serius. Program ini hanya program cawe-cawe nya kepala daerah waktu tahun 2019,” ujarnya.
Kemudian, Habib menyebutkan alasan kiai dan guru ngaji tidak berusuara. Sebab, hal itu akan merenggut marwah dan mempermalukan para kiai di Pangandaran.
“Bukan saya tidak sepakat dengan pemberian tunjangan kepada guru ngaji. Tapi caranya juga salah. Maka, ini harus ada terobosan yang serius bagaimana guru ngaji ini mendapatkan hak yang lebih layak,” ungkapnya.
Sebelumnya dikabaran, Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Pangandaran, Cecep Nurhidayat menyebut, bupati Pangandaran tidak maksimal merealisasikan visi misinya, salah satunya program Pangandaran mengaji.
Menurut Cecep, program tersebut sudah dianggarkan di Dinas pendidikan. Tapi miris anggaran tersebut tak kunjung cair dengan alasan tidak ada anggaran.
“Padahal pada tahun 2020, guru ngaji diniyah telah membuat pernyataan bermaterai untuk mencairkan anggaran Pangandaran mengaji. Tapi sayangnya tidak cair juga,” ujar Cecep.
(Sajidin/Irfansyahriza)