BANDUNG,FOKUSJabar.id: PT Belaputera Intiland (BPIL) melalui kuasa hukumnya Kantor Hukum Dr. Roely Panggabean, S.H., M.H dan Rekan menjelaskan, bahwa kasus sengketa lahan di Kota Baru Parahyangan Kabupaten Bandung Barat (KBB). Tidak ada kaitannya dengan sengketa tanah peninggalan Abdul Rachman bin Abdullah Hassan.
Diketahui, para pihak dalam perkara tersebut adalah para ahli waris Syekh Abdul Rachman bin Abdullah Hassan, yakni Abdulkadir bin Ali Hassan Cs sebagai Penggugat, dan Said Wiratmana bin Abdul Rahman Hassan Cs, sebagai Tergugat.
Sedangkan PT BPIL, tidak pernah membeli bidang tanah dari Syech Abdul Rachman maupun ahli warisnya, dan tidak mengetahui letak keberadaan harta peninggalan Syech Abdul Rachman.
“Sengketa tanah ini berawal dari putusan pengadilan yang terkait dengan harta peninggalan Syech Abdul Rachman bin Abdullah Hassan, antara lain sebidang sawah Kohir No. 534 seluas 10,041 hektar, persil No. 40 D.IV, yang terletak di Desa Cipeundeuy, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung,”kata kuasa hukum PT BPIL Roely Panggabean dalam keterangan tertulis Selasa (4/6/2024).
Roely Panggabean menyebut, bahwa sengketa tanah ini juga telah melalui beberapa putusan pengadilan, mulai dari Pengadilan Negeri Bandung hingga Mahkamah Agung RI, namun eksekusi terhadap obyek sengketa tersebut dinyatakan tidak dapat dilaksanakan.
“Pada tahun 2008, Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus menetapkan bahwa eksekusi terhadap obyek sengketa tersebut tidak dapat dilaksanakan (non executable),” ungkap Roely.
Baca Juga: Soal Sengketa Tanah Dago Elos, Ini Penjelasan Kuasa Hukum Keluarga Muller
Lebih lanjut Roely Panggabean mengungkapkan, pada 5 Juli 2023 lalu, diadakan pertemuan di Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus untuk menindaklanjuti permohonan eksekusi atas tanah sengketa tersebut. Namun, permohonan ini ditolak karena Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus sudah menerbitkan penetapan pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa eksekusi tidak dapat dilaksanakan.
“Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus menerbitkan Penetapan Nomor: 305/1972/C/Bdg tertanggal 25 September 2008, antara lain menetapkan, menyatakan Eksekusi putusan Pengadilan Tinggi Bandung tertanggal 25 April 1974 Nomor: 91/1974/Perd/PTB khususnya terhadap obyek sengketa berupa : Sebidang sawah Kohir No. 534 luasnya 10,041 Ha, persil No. 40 D.IV, yang terletak di Desa Cipeundeuy, Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung dapat disimpulkan dengan tidak adanya kejelasan mengenai batas-batas obyek sengketa, dan telah terbitnya sertifikat-sertifikat serta adanya pihak ketiga yang telah memiliki dan menguasai barang sengketa tersebut dan tidak termasuk sebagai pihak dalam perkara Nomor: 305/19721/Bdg, maka menurut hemat kami pelaksanaan eksekusi atas isi putusan tersebut tidak mungkin untuk dilaksanakan (non executable),”jelasnya.
Namun,Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus menerbitkan Penetapan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 305/1972/C/Bdg tertanggal 25 April 2024, Surat Nomor: W11.U1/1877/HK.02/IV/2024 tertanggal 25 April 2024 Perihal Mohon Bantuan penunjukan Batas Batas terhadap Obyek Eksekusi dalam Perkara No. 305/1972/C/Bdg, Surat Nomor: W11.U1/1937/HK.02/IV/2024 tertanggal 30 April 2024 Perihal Mahon Bantuan Penunjukan Batas terhadap Objek Eksekusi dalam Perkara No. 305/1972/C/Bdg, Surat Nemer: W11.U1/2093/HK.02N/2024 tertanggal 8 Mei 2024 Perihal Mohan Bantuan Penunjukan Batas terhadap Objek Eksekusi dalam Perkara No. 305/1972/C/Bdg.
Oleh karna itu, kuasa hukum BPIL juga menyatakan bahwa pelaksanaan konstatering/pemeriksaan setempat seharusnya dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Bale Bandung, bukan Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus, mengingat letak tanah yang berada dalam yurisdiksi Pengadilan Negeri Bale Bandung.
Kuasa hukum BPIL juga telah mengajukan surat keberatan dan mohon perlindungan hukum kepada Pengadilan Tinggi Bandung, dengan tembusan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus, untuk menegaskan posisi hukum mereka dalam sengketa ini.
Sebelumnya, Keluarga besar ahli waris Syeikh Abdulrahman bin Abdullah Hasan, yang melakukan gugatan atas kepemilikan tanah yang dimiliki oleh PT Belaputra Intiland yang diakuinya membeli dari pihak ke tiga atas tanah yang menjadi sengketa keturunan Syeikh Abdulrahman, telah menguasakan ke kuasa hukum Hari Besar, untuk mempidanakan PT Belaputra Intiland karena dituding telah tiga kali menghalang halanginya untuk Konstatering atau penetapan hak atas sengketa tanah yang berada di Tatar Pitaloka Kota Baru Parahyangan.
Kuasa hukum ahli waris Abdulrahman, Hari Besar mengatakan bahwa PT Belaputra Intiland meski tetap mengacu pada surat ketetapan Pengadilan Negeri Bandung No 305/1972/c/Bdg/Tahun 2008, namun faktanya mereka hanya memiliki foto copy yang tidak dibubuhi tanda Tangan.
Baca Juga: Warga Dago Elos Kota Bandung Tuntut Kejelasan Sengketa Tanah
Mereka tidak punya ketetapan aslinya, ini kan aneh. Dalam foto copy tersebut juga tidak ada tanda tangan yang menetapkan kepemilikan tanah tersebut,” kata Kuasa Hukum Hari Besar, Rabu (15/05).
Ia juga mengatakan bahwa PT Belaputra Intiland selalu menyanggah penetapan tanggal 25 April tahun 2004 soal penetapan hukum yang menyatakan tanah tersebut milik ahli waris Syeikh Abdulrahman.
“Mereka selalu menghalang-halangi konstatering dan menyebut kami tidak bisa menunjukan batas-batas tanah yang ahli waris miliki. Ya bagaimana kami bisa membuktikan batas tanah yang kami miliki, jika kami selalu dihalang-halangi,” tegasnya.
Ia juga mengatakan bahwa berdasarkan SK Ketua Pengadilan Negeri Bandung No 107/KPN.W11-U1/SKKP.013/1/2024 tangan 4 Januari 2024 telah melakukan penelitian bahwa ketetapan No 305/1972/c/Bdg/Tahun 2008 bukan Dokumen yang syah yang diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Bandung.
“Rekan-rekan tahu kan tadi saya tunjukan bahwa sertifikatnya saja bentuknya lain,” kata Kuasa Hukum Haris Besar.
Ia pun mempermasalahkan bahwa dalam ketetapan No 305 disebut tanah tersebut berasal dari tanah negara, bukan tanah adat.
“Kalau tanah negara artinya tanah yang didapat dari Kavaleri. Kalau tanah adat itu di Tegal Haji, Cipeundeuy,” jelasnya.
(Yusuf Mugni)