Rabu 11 Desember 2024

Putusan MK Terkait Usia Capres-Cawapres Final dan Mengikat, Ini Penjelasan Akademisi Unigal Ciamis

CIAMIS,FOKUSJabar.id: Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang putusan uji material terkait pasal 160 q UU pemilu pada Senin (16/10/2023). Mengenai syarat batasan usia untuk Capres dan Cawapres.

Dari sejumlah permohonan yang masuk, MK mengabulkan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru.

MK mengabulkan gugatan yang meminta agar mengubah syarat pendaftaran capres dan cawapres menjadi berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Dalam putusan tersebut, terdapat concurring opinion dari dua orang Hakim Konstitusi dan dissenting opinion dari empat orang Hakim Konstitusi.

Keputusan tersebut menuai banyak tanggapan pro dan kontra di tengah masyarakat. Mengingat berkaitan dengan proses berjalannya pemilu tahun 2024 mendatang.

Terkait itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Galuh (Unigal) Ciamis Dr. H. Enju Juanda, S.H.,M.H menjelaskan, keputusan MK bersifat final dan mengikat. Maka dari itu semua pihak harus menghormati putusan tersebut.

“Dalam pengambilan keputusan memang ada ke tidak bulatan dari pada hakim MK. Tetapi sistem hukum kita menganggap bahwa suara terbanyak lah yang menjadi keputusan,” kata Enju Selasa (17/10/2023).

Enju menegaskan, keputusan MK merupakan putusan pertama dan terkahir. Kemudian setelah itu tidak ada pembatalan ataupun upaya hukum lain lagi karena sifatnya final dan mengikat.

“Selanjutnya MK akan menuangkan putusan tersebut dalam berita Negara. Kemudian juga bisa menjadi dasar hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan pemilu,” ucap Enju.

Putusan MK dan Hirarki Hukum Indonesia

Enju menuturkan, untuk menjadi pemahaman bersama dalam penerapan konsep hirarki Undang-undang Indonesia terdiri dalam urutan yakni:

Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Kemudian Peraturan pemerintah, lalu Peraturan presiden, Peraturan daerah provinsi selanjutnya ke Peraturan daerah kabupaten/kota.

Berdasarkan urutan tersebut, hirarki Undang-undang tertinggi ada pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Enju menerangkan, keputusan Hakim sifatnya tidak terpengaruh oleh apapun dan siapapun. Dalam hal ini merupakan wahana edukasi bahwa setiap warga negara dapat mengajukan upaya permohonan pengujian Undang-undang yang bertentangan dengan Undang-undang 1945. Tidak hanya terkait peraturan Capres dan Cawapres namun semua peraturan undang-undang yang berkaitan dengan tatanan Negara.

Dengan syarat pengajuan diajukan oleh masyarakat yang telah cakap hukum. Kemudian juga bisa diwakilkan oleh kuasa hukum, ahli hukum ataupun advokat.

“Mengenai dampak keadilan terhadap putusan MK tersebut memang harus melalui kajian lebih lanjut. Namun dalam prosesnya sudah dalam aspek yuridis normatif. Sebagai warga negara yang baik kita harus patuh terhadap keputusan MK dan menyikapinya dengan bijaksana,” pungkas Enju.

(Irfansyahriza)

Berita Terbaru

spot_img