JAKARTA,FOKUSJabar.id: Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri melakukan penahanan terhadap tersangka penistaan agama, Panji Gumilang pada Rabu (2/8/2023).
Pengacara Panji Gumilang, Hendra Effendy, buka suara menanggapi kliennya yang telah ditetapkan tersangka dan ditahan.
Hendra berharap situasi tetap kondusif setelah penahanan kliennya. Meski begitu, kata dia, tidak paham apa yang akan terjadi dari persoalan ini.
“Karena bagaimanapun Pak Syekh Panji ini seorang tokoh yang punya pendukung jutaan. Ya, tentunya dengan terjadinya hal ini, kita gak paham, ya, apa yang nanti terjadi,” kata Hendra Effendy di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (2/8/2023).
Hendra menjelaskan, sejak awal pihaknya menduga Panji Gumilang menjadi korban kriminalisasi dan politisasi.
BACA JUGA: Pemerintah Disebut Layani Sentimen Politik di Kasus Panji Gumilang
Ia menyebut, pihaknya menghormati langkah Bareskrim yang menindaklanjuti perkara ini dengan serius. Menurut Hendra, pola kriminalisasi ini sudah terbaca.
“Kami baca, tadi kami sampaikan bahwa dalam semalam, mulai dari saksi kemudian jadi tersangka, kemudian ditahan, ditangkap, dan sampai hari ini masih diproses,” ujar Hendra, melansir IDN.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri resmi menahan Pimpinan Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang sebagai tersangka penistaan agama, Rabu.
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, menjelaskan, Panji ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka penistaan agama.
“Setelah dilakukan pemeriksaan, penyidik melakukan upaya hukum berupa penahanan sejak jam 02.00 WIB tanggal 2 Agustus 2023 dan dilakukan penahanan di Rutan Bareskrim selama 20 hari sampai tanggal 21 Agustus 2023,” ujar Ramadhan dalam jumpa persnya.
Dalam perkara ini, penyidik telah memeriksa 40 saksi dan 17 saksi ahli. Berbagai alat bukti pendukung mulai dari hasil uji labfor hingga fatwa MUI juga telah dikantongi.
Panji diduga melanggar ketentuan Pasal 156a tentang Penistaan Agama dan Pasal 45a Ayat 2 Juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana serta Pasal 45a Ayat 2.
“Ancaman 10 tahun penjara,” kata Djuhandani.
(Agung)